Sidang perkara perdata antara pihak penggugat Hussain Muhammad Nasr Al Masmawi (47), warga negara Irak, dengan pihak tergugat perusahaan media asal Australia, ABC (Australian Broadcasting Corporation) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sepertinya bakal berakhir. Pihak penggugat Hussain Muhammad Nasr Al Masmawi menyatakan akan mencabut gugatannya dalam waktu dekat ini.
Sebelumnya, proses mediasi perkara nomor : 150/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst. antara kedua belah pihak oleh mediator yang disiapkan PN Jakarta Pusat tidak berhasil alias gagal total, gara-gara pihak tergugat tidak hadir dalam dua kali sidang mediasi.
Akibatnya, pada sidang lanjutan di PN Jakarta Pusat pada (21/6/2023), pihak penggugat Hussain Muhammad Nasr menegaskan akan mencabut gugatannya. Hal itu disampaikan Hussain kepada majelis hakim pada saat sidang berlangsung.
Usai persidangan, kepada awak media, Hussain mengaku tidak diperlakukan secara adil oleh pihak pengadilan yang mengadili perkaranya. Hussain menjelaskan, dirinya sudah tiga kali mengajukan surat keberatan atas keputusan hakim yang mengijinkan oknum pengacara yang mengaku mendapat kuasa dari pihak tergugat ABC, namun tidak memperlihatkan bukti surat kuasa resmi kepada majelis hakim.
“Sampai sidang yang ke tiga pihak ABC tidak hadir. Namun pada sidang berikutnya, majelis hakim malah mempersilahkan orang yang mengaku kuasa hukum pihak ABC Australia tanpa menunjukan bukti surat kuasa resmi,” beber Hussain. Seharusnya, menurut Hussain, sidang tersebut diputus verstek oleh majelis hakim tanpa kehadiran pihak tergugat ABC, meskipun ada pihak yang mengklaim hadir selaku pengacara ABC tanpa surat kuasa.
Hussain juga menuturkan, pihaknya sudah tiga kali melayangkan surat keberatan kepada majelis hakim, namun tidak digubris oleh pihak pengadilan, sehingga dirinya menjadi tidak yakin sidang akan berjalan adil.
“Saya akan cabut gugatan dalam waktu dekat. Karena saya merasa diperlalukan diskriminatif oleh pihak pengadilan. Awalnya saya selalu mengatakan, percaya sistem peradilan di Indonesia. Namun saat ini sepertinya tidak ada keadilan buat saya,” ungkapnya.
Pengadilan ini, lanjut Hussain, mengecewakan dan tidak adil, serta apa yang terjadi tidak mendorong kelanjutan kasus ini untuk saat ini. Dia juga menjelaskan, kasusnya melawan ABC Australia dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pidana, perdata, dan pelanggaran hak asasi manusia. “Dan di pengadilan ini hanya kasus perdata saya saja yang dibahas, bukan yang lainnya,” ujar Hussain.
Pada kesempatan lain, Hussain membeberkan, rincian kisah nyata dari kasus yang menimpa Australian Broadcasting Corporation/ABC. Menurut Hussain, dirinya memiliki begitu banyak bukti tetang kisah nyata terkait ABC Australia, yang dapat mengungkapkan kebenaran, kebohongan, penipuan, eksploitasi, fabrikasi, manipulasi, pembodohan, mengekspos nyawa tak berdosa ke dalam bahaya, berjudi dengan nyawa, dan melanggar hak asasi manusia.
“Semuanya disengaja dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Saya yakin bahwa manajemen ABC telah mempercayai kebohongan dan tipu daya sebagian karyawannya yang dianggap sebagai malaikat,” terangnya.
Dia juga menambahkan, orang yang mudah membohongi masyarakat di Australia, tidak sulit membohongi pemerintahannya. Dan orang yang dengan sengaja menempatkan nyawa manusia dalam risiko dan bahaya serius, menurutnya, mereka mampu melakukan segalanya.
Masalahnya, menurut Hussain, adalah pihak ABC tidak mau mendengarkan kebenaran yang tersembunyi dan menerima fakta. “Ini masalah mereka, bukan masalah saya,” tandas Hussain. Pada sidang lalu di pengadilan, lanjut Hussain, pengacara ABC, Roni Heilig Marpaung dengan sengaja dan di depan media Indonesia, mencoba menciptakan masalah antara dirinya dengan sistem peradilan Indonesia.
Hal itu dilalukan pengacara ABC, dengan menunjukkan artikel berita yang sudah ditanggapi oleh humas pengadilan. “Jelas dia melakukan itu atas permintaan kliennya, bukan atas kemauannya sendiri,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Bagian Humas PN Jakarta Pusat, Zulkifli, yang ditemui di ruangannya Senin (26/6/2023) mengatakan, warga asing perlu dilindungi saat hendak mencari keadilan di Indonesia. “Namun demikian, warga negara asing yang berperkara di pengadilan, harus tunduk dan taat pada hukum acara,” tandas Zulkifli.
“Sesuai hukum acara tidak dibenarkan pengacara tidak membawa surat kuasa pada persidangan. Namun majelis hakim perlu memberi kesempatan kepada kedua pihak yang berperkara. Sepanjang tidak ada pihak yang mengajukan keberatan pada saat sidang berlangsung, maka hal itu dianggap hakim sebagai persetujuan,” terangnya.
Dia juga menjelaskan, jika ada pihak yang merasa atau menganggap ada hal yang melanggar ketentuan hukum acara, seharusnya langsung mengajukan keberatan secara lisan kepada majelis hakim pada saat sidang sedang berlangsung. “Sehingga jika keberatan itu disampaikan dan minta dicatat dalam berita acara, maka itu pasti akan dicatat dalam berita acara sidang. Kalau hanya surat yang diserahkan maka hanya akan dicatat hakim menerima surat keberatan dari pihak penggugat tanpa mencatat isi keberatan,” urai Zulkifli, yang juga beprorfesi sebagai hakim.
Sesuai prosedur hukum acara, lanjut Zulkifli, tidak ada majelis hakim yang dibenarkan menjawab keberatan diajukan lewat surat menyurat. “Karena tugas hakim hanya dua. Yakni mendengarkan dan memutus perkara. Bukan menjawab surat dari pihak yang berperkara,” terangnya.
“Jadi Jika ada pihak yang keberatan dan mengajukan dalam bentuk tertulis, maka hakim akan memberi kesempatan kepada penggugat untuk memasukannya ke dalam replik. Itu prosedur hukum acara yang berlaku di seluruh pengadilan termasuk di seluruh dunia,” ujar Zulkifli.
Namun terkait dengan keberatan dari pihak Hussain, menurutnya, jika ada pihak yang menemukan pelangaran di persidangan, maka dapat membuat laporan di bagian SIWAS atau Sistem Pengawasan di semua kantor PN, termasuk di PN Jakarta Pusat.
“Kita terbuka menerima laporan untuk keperluan pengawasan. Yang pasti kita wajib melindungi orang asing yang mencari keadilan di Indonesia. Namun harus sesuai prosedur hukum acara yang berlaku,” kata Zulkifli.
Jika ada Laporan seperti itu, kata Dia lagi, harus ditujukan ke bagian pengawasan bukan ke majelis hakim untuk mejawabnya. “Saya juga hakim jadi tidak mungkin menjawab surat-menyurat dari pihak yang berperkara di persidangan,” pungkasnya.
Sementara itu, pihak pengacara ABC, Roni Heilig Marpaung yang dihubungi lewat aplikasi WhatsApp, tidak berhasil dimintai keterangannya karena nomor yang dihubungi 08118455*** tidak menjawab panggilan dan pesan singkat. ***