BISKOM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Kamis 7 September 2023.
Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka I Meko anak dari Silat Runjan dan Tersangka II Sumanto anak dari Ecehyel Aten dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pertama Pasal 107 Huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo. Pasal 55 Huruf a KUHP atau Kedua Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka I Roki Jumanto als Roki bin Ishak (Alm) danTersangka II Zul Apriyansia als Zul bin Suhairi (Alm) dari Kejaksaan Negeri Jambi, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
Tersangka Satwan Japur alias Satwan bin Sattumang dari Kejaksaan Negeri Mamuju, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Tersangka Bambang Irawan bin Ripa’i dari Kejaksaan Negeri Sarolangun, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Samsul Bahri dari Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Irma Suryani binti Asnani dari Kejaksaan Negeri Tebo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Herianto alias Aso bin Amir Dg Lipu dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
Tersangka Hendrikus Lokobal dari Kejaksaan Negeri Jayawijaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Jus Wetipo dari Kejaksaan Negeri Jayawijaya, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Juenda)