BISKOM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum). Kamis 14 September 2023,

Dr. Fadil Zumhana menyetujui 22 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

Tersangka Muhammad Yasin alias Yasin dari Kejaksaan Negeri Tabanan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Irwanda Prawira bin Kasirin dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka Romi Jepisa alias Romi bin Suhairi dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka Bakri Biki, S.Pdi. alias Katengah dari Kejaksaan Negeri Pohuwato, yang disangka melanggar 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Nunu Ahmad alias Nunu dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP Subsider Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Hais Arascia bin Julianto dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka M. Jaenuri alias Jen bin Kasri dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Muhammad Sholihin, S. E. bin (Alm.) Bachri dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 379a KUHP Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Tersangka Hoirul Anam bin Hanafi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Muriyanto bin (Alm) Kardi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Novri Setiawan bin Moch Yunus dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Gitfirus Syarif bin Abdurrahman dari Kejaksaan Negeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Sutrisno bin Sahawi dari Kejaksaan Negeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Akmat Guwan Fidiarto dari Kejaksaan Negeri Gresik, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Ahmad Khulafaur Rosidin dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Eko Sujianto bin Jari dari Kejaksaan Negeri Trenggalek, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Hilman Rasid bin Sugian dari Kejaksaan Negeri Barito Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Jo. Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Tersangka Yusef Triyo Anggodo alias Yusef bin Sukirman dari Kejaksaan Negeri Barito Timur, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Abdul Hakim bin Samsul Bahri dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Tasri Soumokil alias Tasri dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 diubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka Ilham Almunawar bin Ariyanto dari Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Aditya Zulkarnain bin Iskandar Zulkarnain dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Juenda)