BISKOM, Jakarta – Sebutan koruptor sudah menjadi kata netral, tidak berkonotasi negatif lagi, sepatutnya diganti saja menjadi Perampok Uang Rakyat, dengan kegersangan akhlak dan moralnya, dan si koruptor adalah orang yang pintar untuk bangsa ini namun menjadi benalu, hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongan, beratus-ratus juta bahkan sampai dengan angka fantastis mencapai triliunan rupiah menguap entah kemana, oleh karena itu pelaku harus dihukum berat karna perbuatannya yang mengkhianati rakyat.
Hal ini disampaikan oleh Pemerhati Kebijakan Hukum & Publik Dr.Dwi Seno Wijanarko mengatakan, menjatuhkan Efek Jera kepada Koruptor atau bisa disebut perampok uang rakyat, sepertinya tidak sesuai dengan harapan masyarakat agar koruptor si benalu bangsa ini dapat dihukum seberat-beratnya, sepertinya terganjal, dengan disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Tahun lalu.
Hal ini kian menunjukkan bahwa arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi semakin tidak jelas dan mengalami kemunduran, betapa tidak, sebagian besar rumusan pasal tipikor yang dimasukkan ke dalam RKUHP, seakan memberangus misi kerja pemberantasan korupsi.
“Kendati Presiden sebagai Pemangku Kebijakan pernah menyampaikan bahwa pangkal dari tantangan pembangunan di Indonesia adalah korupsi, namun jika ditarik mundur, Dr. Seno menilai, pangkal persoalannya ada pada ketidak jelasan orientasi Pemerintah sebagai Pemangku Kepentingan dalam mengambil ketegasan hukum dan kebijakan dalam merumuskan strategi pemberantasan korupsi “Ucap Dosen tetap Fakultas Hukum Bhayangkara.
Rendahnya ancaman pidana untuk pelaku tipikor ke dalam KUHP yang baru, hal ini membuat agenda pemberantasan korupsi semakin mengenaskan, bagaimana bisa pemerintah dan DPR sebagai kontrol yang mendapat amanah dari rakyat, bisa berpikir bahwa di tengah meningkatnya kasus korupsi malah meluluskan rendahnya hukuman bagi koruptor, hal ini tentunya sarat dengan kepentingan.
Lebih lanjut Pakar Hukum Ahli Pidana Asst Prof Dr. Dwi Seno Wijanarko.SH.,MH, berikan pandangan hukumnya, meleburkan pasal tipikor ke dalam KUHP justru akan menghilangkan sifat kekhususan tindak pidana korupsi, menjadi tindak pidana umum, sehingga korupsi tidak lagi disebut sebagai kejahatan luar biasa “Extraordinary Crime .
Yang sejatinya jika terbukti salah dimata hukum perampok itu harus diberikan sanksi hukum yang berat jika perlu berikan hukuman gantung supaya setiap orang berpikir 1000 kali untuk melakukan korupsi, merampok uang rakyat, namun sayangnya kadang MA kerap memberi ‘diskon’ hukuman bagi para koruptor.” Tutup Dr. Seno. (REP,SH)