BISKOM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) 19 Februari 2024

Dr. Fadil Zumhana menyetujui 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

Tersangka Agus Sumarsono bin Ekhsan dari Kejaksaan Negeri Batang, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka Saidi bin Muhtar (Alm.) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Rumaida S.Y. binti (Alm.) Syamsuri dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin, yang disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Ketiga Pasal 376 KUHP tentang Penggelapan dalam Keluarga.

Tersangka Zainal Arifin bin Zaini Bakri dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Nasriadi bin Ilyas dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka Yandri Doni bin Syahrial dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Bunsuraini binti Muet dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Kisman Ismail alias Kio dari Kejaksaan Negeri Buol, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Suwandi bin (Alm.) Mandang dari Kejaksaan Negeri Natuna, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Napol Souisa alias Napol dari Kejaksaan Negeri Ambon, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis; Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Juenda)