Jakarta, Biskom– Indonesia diprediksi akan menjadi negara maju pada tahun 2045. Rektor Institut Teknologi Indonesia (ITI), Dr. Ir. Marzan Aziz Iskandar, IPU menyampaikan bahwa untuk menjadi negara maju, kita tidak bisa hanya mengandalkan usaha-usaha yang saat ini ada.
Untuk itu kita harus menciptakan usaha-usaha baru dengan memanfaatkan bonus demografi yaitu generasi muda yang kreatif untuk menciptakan usaha-usaha baru, misalnya melalui perusahaan rintisan atau startup. “ITI merupakan salah satu perguruan tinggi swasta dengan visi sebagai technology based entrepreneurship university, perguruan tinggi yang menghasilkan para pengusaha berbasis teknologi,” terang Marzan saat menerima BusinessinAsia Indonesia di Kampus ITI, beberapa waktu yang lalu.
Untuk mewujudkan visi tersebut, ITI membentuk Pusat Inovasi dan Inkubasi Bisnis (PI2B) pada 2015 untuk membina dan membekali calon-calon pengusaha baru dengan tambahan pengetahuan seperti kemampuan manajemen hingga membantu mencarikan investor.
“Program ini telah menghasilkan puluhan pengusaha-pengusaha kecil yang masuk ke marketplace. Mereka sebagian besar merupakan mahasiswa ITI, serta anak-anak muda dari perguruan tinggi lain,” terang Marzan yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) periode 2008-2014.
Setiap tahun, ITI membuka kesempatan bagi tenant atau calon pengusaha untuk menjadi peserta PI2B. Mereka akan menjalani proses seleksi, menjalani pelatihan dan bootcamp hingga presentasi produk di depan investor untuk mendapatkan pendanaan.
Saat awal berdiri pada 2015 peserta PI2B hanya 2 tenant. Jumlah tenant terus meningkat menjadi 31 tenant pada 2021, dan 54 tenant pada 2022. Program ini juga mendapat dukungan dari pemerintah daerah, industri, alumni ITI, serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM).
“ITI merupakan satu dari enam perguruan tinggi yang menjadi mitra dari Kemenkop UKM dalam hal inkubasi bisnis untuk menghasilkan startup. Kerjasama dengan Kemenkop UMKM intensifnya sejak 2023,” terang pria kelahiran Pagaralam, 18 Mei 1958 ini.
Pada awal Februari 2024, ITI bekerja sama dengan Pemkab Tangerang untuk menyeleksi UKM di Tangerang agar bisa menjadi tenant PI2B dan dipersiapkan untuk naik kelas untuk menjadi perusahaan baru yang lebih besar. Dari 54 UKM yang mendaftar, setelah mengalami proses seleksi, terpilih 20 UKM yang menjadi tenant PI2B.
Menurut Marzan, masalah yang dihadapi UKM pada umumnya sama yaitu mereka punya ide bagus namun sebagian belum bisa terealisasi. Selanjutnya bagaimana UKM mencari dana untuk investasi, pemasaran produk hingga pengorganisasian.
“Kita bantu ke strategi bisnis karena mereka sudah punya bisnis. Selanjutnya bagaimana meningkatkan kualitas produk seperti hygiene, daya simpan, membantu pemasaran dengan mengenalkan digital marketing hingga membantu mencari investor,” terang Marzan yang meraih gelar Doctor of Eng (S3) Teknik Elektro dari Tokai University Jepang pada 1994.
Beberapa tenant yang telah lulus dari PI2B diantaranya PT Organik Inti Industri yang memproduksi Ultramix, yang digunakan pada industri karet untuk meningkatkan plastisitas, ketahanan panas, kekuatan sobek dan lain-lain. Selanjutnya ada PKM Net, bahan pakan ternak alternatif berkualitas tinggi untuk industri pakan; Sun Morci, minuman sari mengkudu yang diolah melalui teknologi fementasi dengan melibatkan bakteri alami, dan lain-lain.
Mata Kuliah Kewirausahaan
Untuk menciptakan teknopreneur, ITI juga memiliki Mata Kuliah Kewirausahaan melalui Technopreneurship Program yang terdiri dari kewirausahaan dasar dan kewirausahaan lanjut yang terintegrasi dengan kegiatan di Pusat Inovasi dan Inkubasi Bisnis.
Mata Kuliah Kewirausahaan yang ditetapkan sebagai mata kuliah wajib sejak 2018 ini mendapat dukungan berbagai pihak diantaranya Wadhwani Foundation, yayasan kewirausahaan global yang berpusat di New York, Amerika Serikat. “Dengan begini kita harapkan lulusan ITI nanti sebagian akan menjadi pengusaha-pengusaha baru. Mereka bukan pencari kerja, tapi justru menciptakan lapangan kerja,” terang Marzan.
Program Technopreneurship ini dimulai sejak mahasiswa masuk di semester 1-2 melalui pembentukan mindset dan ide bisnis. Jika mahasiswa tersebut tertarik, maka pada semester 3-4 akan diarahkan mengikuti kuliah mengenai konsep dasar keteknikan. “Mahasiswa dapat mengikuti perkuliahan di prodi berbeda sesuai ide bisnisnya,” tutur Marzan yang pernah penghargaan Ganesa Wirya Adi Jasautama dari Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2014.
Pada semester 4-5, mahasiswa sudah bisa melakukan MVP dan prototyping dengan mengikuti mata kuliah dasar dan lanjut. Pada fase ini, produk inovasi mahasiswa bisa didaftarkan ke Hak Kekayaan Intelektual (HKI) hingga diukur tingkat kesiapan inovasi (Katsinov).
Pada semester 6-8, mereka bisa mengikuti venture capital melalui Merdeka Belajar Kewirausahaan dan Inkubasi Bisnis. “Kegiatan ini dapat dikonversi menjadi tugas akhir pengganti skripsi dengan manajemen yang baik,” ungkap Marzan yang pernah meraih Bintang Jasa Utama dari Presiden RI pada 2013. Saat lulus mereka bisa menciptakan bisnis kampus. Institut dan dosen pembimbing bisa memperoleh sebagai saham/profit sharing dari kegiatan bisnis tersebut.
Transformasi Digital
Semenjak menjadi rektor ITI pada 2020, Marzan mencanangkan bahwa setiap mahasiswa harus mengerti teknologi digital. Untuk itu, semua mahasiswa ITI wajib mengikuti Mata Kuliah Transformasi Digital yang merupakan kombinasi antara tatap muka interaktif dan project based learning.
Kuliah tatap muka meliputi topik-topik seperti Revolusi Industri 4.0; konsep transformasi digital, social media, etika, dan privacy digital; algoritma dan pemograman; pemanfaatan big data; kecerdasan artifisial (AI); konsep dan penerapan internet of things (IoT); cloud computing; dan lain-lain.
Sementara project based learning merupakan proyek yang diberikan Prodi masing-masing untuk menjelaskan dan melatih bagaimana cara berfikir secara sistem dalam memahami, menganalisa, dan menyelesaikan masalah kompleks. “Jadi kita tidak pakai ujian. Ujiannya project based learning untuk membuat report dalam satu grup yang terdiri dari 3-5 orang mengenai apa perannya sistem digital dalam topik yang dia minati,” terang Marzan yang pernah bergabung dalam Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) sebagai Staf Ahli Bidang Riset dan Teknologi pada 2016-2020.
ITI yang didirikan pada 1984 oleh Prof. BJ. Habibie ini memiliki 10 Prodi yaitu Teknik Elektro, Teknik Mesin, Teknik Industri, Teknik Kimia, Teknik Informatika, Teknik Sipil, Arsitektur, Perencanaan Wilayah dan Kota, Teknik Industri Pertanian, dan Manajemen. Selain itu ada Prodi Program Profesi Insinyur (PPI)
Menurut Marzan, Prodi PPI banyak diminati karena setiap sarjana teknik yang melakukan praktik keinsinyuran itu wajib melanjutkan pendidikan ke jenjang Profesi Insinyur agar ia bisa melakukan praktik keinsinyuran. Hal tersebut sesuai amanat dari Undang-Undang No. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran.
“Jadi untuk mendapatkan gelar Insinyur, setiap Sarjana Teknik harus mengikuti kuliah Program Profesi Insinyur. Untuk Sarjana Teknik fresh graduate dengan nol pengalaman kerja harus mengikuti kuliah regular 2 semester. Sementara untuk Sarjana Teknik yang memilii pengalaman kerja lebih dari 2 tahun bisa ikut program rekognisi 1 semester,” terangnya.
Pengalaman selama bekerja hingga menjadi Kepala BPPT membuat Marzan meyakini bahwa kegiatan riset pengembangan yang dilanjutkan perekayasaan, ujungnya harus bisa masuk ke industri atau bisnis. Karena itu saat hasil riset mencapai tingkat kesiapan teknologi level 7, lembaga riset harus berkolaborasi dengan industri.
“Perguruan tinggi targetnya scientific paper, tapi saya perkuat lagi dengan adanya pusat inkubasi bisnis. Tidak semua perguruan tinggi punya pusat inkubasi bisnis. Kita perkuat riset-riset agar agar berujung ke sana. Tidak perlu riset kita sendiri, bisa dari mana saja, kita sediakan tempatnya untuk bisa mengangkat itu menjadi usaha baru atau bisnis baru,” pungkasnya.