BISKOM, Jakarta – Ketua Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Dr. H. Yulius, S.H., M.H. meraih gelar Profesor Kehormatan (Honoris Causa) dari Universitas Diponegoro (Undip) pada Sabtu, 20 April 2024 di Gedung Prof. Soedarto Universitas Diponegoro Semarang.

Pemberian gelar ini berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Diponegoro nomor: 133/UN7.A/IV/2024 tentang Pengangkatan Dr. H. Yulius, S.H., M.H. sebagai Profesor Kehormatan/Honoris Causa Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Berkaitan dengan hal itu, penulisan nama lengkap Hakim asal Bukittinggi itu adalah Prof. (H.C. Undip) Dr. H. Yulius, S.H., M.H.

Profesor Yulius diberikan gelar tersebut karena kepakarannya dalam bidang Hukum Administrasi dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Kepakaran tersebut dinyatakan telah memberikan kontribusi positif pada penegakan hukum di Indonesia melalui putusan-putusannya yang membawa paradigma baru bagi hakim-hakim peradilan TUN di seluruh Indonesia.

Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, para Ketua Kamar Mahkamah Agung, para Hakim Agung, Hakim Ad Hoc, Rektor Undip, Ketua Senat Akademik Undip, Majelis Wali Amanat Undip, para hakim TUN dari seluruh Indonesia, Menteri Dalam Negeri Prof. Tito karnavian, Guru Besar Universitas Islam Indonesia Prof. Dr. Machfud MD, Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Yusril Ihza Mahendra, Ketua KPK, dan lain-lain.

Suami dari Nelfaleni ini menyatakan bahwa pemberian gelar tersebut merupakan tambahan tanggung jawab baginya. Ia memohon doa agar ia diberikan kekuatan dan keistikamahan dalam menjaga integritasnya.

“Saya mohon doa dan dukungannya, semoga gelar ini semakin memotivasi diri saya dalam menjaga integritas baik di bidang hukum maupun di bidang pendidikan,” harapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Yulius menyampaikan Pidato Pengukuhan dengan judul Peranan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Penyelamatan Uang Negara.

Sekilas tentang Prof. (H.C. Undip) Dr. H. Yulius, S.H., M.H.

Prof. Yulius merupakan pria kelahiran Bukittinggi, 17 Juli 1958. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Andalas ini memulai karir hakimnya sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Padang pada 1984. Setahun setelahnya ia dimutasi ke PN Blangkejeren Aceh Tenggara untuk memulai tugasnya sebagai Hakim.

Hakim yang suka bernyayi ini pernah merangkap hakim PN sekaligus hakim Pengadilan Agama (PA) saat bertugas di Balai Asahan pada tahun 1989-1992. Saat itu, ia bercerita bahwa PA kekurangan hakim.

Karirnya sebagai hakim Tata Usaha Negara dimulai pada tahun 1992 saat ia ditugaskan di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Manado hingga tahun 1996. Selanjutnya ia berpindah ke PTUN Jakarta (1996-2001).

Pada 2001 ia mulai mendapat kepercayaan sebagai pimpinan pengadilan. Diawali sebagai Wakil Ketua PTUN Semarang pada 2001-2003.

Kemudian dipercaya sebagai Ketua PTUN Pekanbaru pada 2003-2005. Setelah itu ia dilantik menjadi Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan pada 2005-2006, Hakim Tinggi pada PTTUN Jakarta pada 2006 sampai 2010.

Alumnus program Magister Ilmu Hukum Universitas Krisna Dwipayana semakin memantapkan karirnya sebagai hakim, hal ini terbukti dengan ia mengikuti seleksi Hakim Agung pada 2010. Setelah melewati beragam tes uji kelayakan dan kepatutan, ia dinyatakan lulus dan dilantik sebagi Hakim Agung pada 2010 hingga sekarang. Selang 12 tahun setelahnya yaitu tahun 2022 ia dilantik menjadi Ketua Muda Tata Usaha Negara.

Selain menjalani tugasnya sebagai hakim, alumnus program Pasca Sarjana Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran ini juga rajin mengisi seminar baik skala nasional maupun internasional. Ia juga aktif menulis jurnal dan buku sesuai dengan kepakarannya, salah satu bukunya berjudul Pemeriksaan Sengketa Tindakan Pemerintahan di Peradilan Tata Usaha Negara.

Prof. Yulius memberikan hormat kepada para Guru Besar Bukan Sekedar Gelar

Dalam sambutan pengukuhan, Rektor Undip Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum. menyatakan bahwa pemberian gelar Profesor Kehormatan bukan sekedar pemberian gelar namun sebuah pencapaian terhadap dedikasi yang bersumber dari kepakaran ilmu pengetahuan. Gelar kehormatan ini juga merupakan simbol kematangan jiwa dan integritas.

Pemberian gelar ini, menurut Rektor, melalui proses yang sangat ketat. Beberapa di antaranya yaitu penilaian attitude, integritas, dan lainnya. Penerima gelar juga harus memiliki kepakaran dalam suatu bidang ilmu. Kepakaran tersebut harus mendapat pengakuan bukan hanya di skala nasional namun juga internasional.

Di Undip, lanjut Rektor, pemberian gelar kehormatan dilakukan melalui seleksi yang sangat ketat, untuk itu Undip hanya memiliki 10 guru besar.

Para penerima gelar kehormatan ini memiliki kewajiban untuk menjaga nama baik Undip dan berkontrubusi pada Bangsa dan Negara. Mereka diharapkan bisa menyumbangkan tenaga dan fikiran bukan hanya bagi Undip, namun juga bangsa, dan negara.

Sumber : Puspen MA | Editor : ZKL.