BISKOM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum). Senin 6 Mei 2024,
Dr. Fadil Zumhana menyetujui 24 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka Darwis dari Kejaksaan Negeri Solok, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Tersangka Muhammad Farel pgl Farel bin Hendri dari Kejaksaan Negeri Padang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Rio Yohanes als Rio bin (Alm) Elfian Pasaribu dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Ngatiman alias Tembong bin Parjo dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Sopiyan bin Jumadi dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Rizky Irawan bin Andri Irawan dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
Tersangka Cecep Antayip bin Duri dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Solihin bin Ali Suhali dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Yudhi Kurniyawan bin Mu’min dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Ade Aman bin Sahmad dari Kejaksaan Negeri Subang, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Diki Ahmad Juanda, S.Kom, bin Kusman dari Kejaksaan Negeri Subang, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Muhammad Saeful als Ujang als Setrum dari Kejaksaan Negeri Cianjur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Agus Taming bin Agus Supriyadi dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Diannor bin Bail Rangkit dari Kejaksaan Negeri Paser, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Muhaemin Hilmawan bin Ade Hilan dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Akhmad Tami bin Yuseri Joko Susilo dari Kejaksaan Negeri Kutai Kertanegara, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Noprizal alias Nopri bin A. Kadir dari Kejaksaan Negeri Jambi, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Angga Fitriyanto bin Romlan dari Kejaksaan Negeri Pringsewu, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Tersangka Arriel Desnaldo Sijabat anak dari Walden T.H Sijabat dari Kejaksaan Negeri Peingsewu, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Kriston Manik anak dari Berlin Manik dari Kejaksaan Negeri Pringsewu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Komang Werestini anak dari Putu Sadeoke dari Kejaksaan Negeri Mesuji, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Supriyanti binti (Alm.) M. Nasir dari Kejaksaan Negeri Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Yuliana, S.Pd binti Yusuf dari Kejaksaan Negeri Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penaniayaan.
Tersangka I Arnol Yeninar Alias Mesak, Tersangka II Daniel Aulerius Dimara alias Dani, Tersangka III Jovan Marcel Baraki alias Jovan, Tersangka IV Marinto Raja alias Rinto, dan Tersangka V Sandi Rober alias Sandi dari Kejaksaan Negeri Manokwari, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan jo. Pasal 64 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Juenda)