BISKOM, Surabaya – Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, Wakajati Jatim, Basuki Sukardjono, S.H., M.H.. pada hari Rabu 8 Mei 2024, didampingi Aspidum, para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Surabaya, Kajari Blitar dan Kajari Tanjung Perak telah melaksanakan expose di hadapan Jam Pidum melalui sarana virtual dengan mengajukan 5 perkara yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, yaitu :

5 PERKARA ORHARDA, yang terdiri dari 3 Perkara Pencurian (memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP) diajukan oleh Kejari Surabaya dan Tanjung Perak.

1 Perkara Penganiayaan (memenuhi ketentuan Pasal 351 KUHP) diajukan oleh Kejari Blitar, dan 1 Perkara Penggelapan / penipuan (memenuhi ketentuan Pasal 372 / 378 KUHP) diajukan oleh Kejari Tanjung Perak.

Menurut Wakajati Jatim Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

“Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” ujar Basuki Sukardjono.

Menurut Wakjati Jatim, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:

Pertama, Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara.

Kedua, Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali, dan ketiga masyarakat merespons positif upaya perdamaian. (Juenda)