BISKOM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum). Kamis 11 Juli 2024,
Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 1 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Saputra bin Risman alias Putra dari Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Tompe, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Kronologi bermula saat Tersangka Saputra bin Risman alias Putra, melakukan Penganiayaan terhadap Korban Ana Adela.
Kejadian itu dilakukan tepatnya di di rumah saksi Murdia.
Penganiayaan itu disebabkan oleh kesalahpahaman Tersangka yang mendengar keributan antara Ibu Tersangka yakni Saksi Murdia dengan Korban Ana Adela.
Menurut keterangan, Korban Ana Adela membawa anaknya mendatangi rumah saksi Murdia, lalu Tersangka Saputra bin Risman alias Putra yang saat itu ada di kamar mendengar keributan antara ibunya yaitu saksi Murdia dan korban Ana Adela dan langsung keluar dari kamar mengejar korban dan melakukan penganiayaan terhadap korban.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Erlin Tanhardjo, S.H., M.H. bersama Jaksa Fasilitator Charlie Immanuel Manasye Simamora, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice dengan upaya mendamaikan pihak pelaku dan korban.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban.
Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Tompe mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis, 11 Juli 2024.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Tompe untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Juenda)