Saat ini, kita berada pada era ekonomi digital dimana transaksi secara elektronik makin marak. Seiring dengan hal itu, bangsa Indonesia perlu penegakan hukum yang berpihak pada perkembangan industri. Beruntung, Indonesia telah memiliki Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) yang disahkan pada 25 Maret 2008 lalu.
Selain pelarangan situs-situs porno, termasuk menyebarkan informasi yang tidak menyenangkan, UU-ITE mengatur banyak masalah dalam transaksi elektronik baik yang dilakukan dalam transasksi perbankan ataupun komunikasi. Melalui UU ini, diharapkan dapat melindungi bangsa dari kejahatan di dunia maya maupun perbankan yang dilakukan melalui teknologi informasi.
“UU ITE merupakan penyempurnaan dari UU lama yang menganut azas yuridiksi ekstratorial. Alat bukti elektronik, diakui sebagai alat bukti lain yang diatur dalam KUHP. Tandatangan eleroktnik kini juga memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tandatangan konvensional,” kata Edmon Makarim, Staff Ahli bidang Hukum Departemen Komunikasi dan Informatika yang ditemui saat INAICTA 2008 di Jakarta.
UU-ITE yang terdiri dari 13 bab dan 54 pasal selain memberi perlindungan hukum, juga mengatur banyak hal penting lainnya. Dan yang terpenting, UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yangberada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia. “UU ITE juga menjadi alat bantu Kepolisian RI, mengingat selama ini mereka sering menemui kendala karena tak bisa menjadikan dokumen elektronik sebagai barang bukti,” kata Edmon yang juga Dosen Hukum Telematika Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Berikut adalah wawancara singkat BISKOM dengan Edmon Makarim
Apakah UU ITE sudah mewakili dan layak untuk disebut sebagai sebuah cyberlaw?
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya yang luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi masih ada beberapa kekurangan. Hal-hal yang telah dicakup UU-ITE diantaranya mengenai tanda tangan elektronik yang telah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional, mengakui adanya alat bukti elektronik, mengatur masalah nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) serta perbuatan-perbuatan yang dilarang (cybercrime) seperti asusila, perjudian, penghinaan, pemerasan, cracking, perusakan informasi rahasia, phising dan lain sebagainya.
Bisa dipaparkan bagaimana UUITE mengatur soal HaKI?
UU tentang HaKI memang sudah terasa mendesak, karena bangsa ini perlu melakukan penyesuaian dengan beberapa kesepakatan internasional, sekaligus untuk mengubah perilaku dan cara pandang masyarakat Indonesia terhadap pentingnya HaKI itu sendiri. Dalam UU-ITE, HaKI meliputi 2 bidang besar, pertama Hak Cipta (copyright) dan Hak Milik Industrial yang terdiri dari paten, merek, desain industri, rahasia dagang, sirkuit terpadu dan lain sebagainya. Hal-hal ini lah yang diatur dalam UU ITE.
Kejahatan internet sangat beragam, kira-kira apa yang mendasari para pelakunya untuk melakukan kriminalitas tersebut?
Masalah kriminalitas sangat kompleks karena ruang lingkupnya yang luas. Kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi. Kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif politik, ekonomi, atau kriminal yang potensial yang dapat menimbulkan kerugian bahkan perang informasi.
Cybercrime seperti apa yang paling berpotensi menimbulkan kerugian?
Tipe cybercrime itu banyak sekali, umpamanya hacking, penyebaran virus dan trojan, pembocoran data komputer yang berupa berupa rahasia negara, perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi tertentu termasuk pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HaKI. Semua berpotensi menimbulkan kerugian. Namun penyerangan di content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam dunia internet merupakan yang paling banyak terjadi akhir-akhir ini.
Apa alasannya sehingga orang perlu mendaftarkan karyanya dalam suatu hak cipta atau paten?
Pendaftaran hak cipta didasarkan pada beberapa alas an. Diantaranya, apakah hal yang didaftarkan tersebut dapat menjelaskan secara jelas esensi/substansi program computer, kedua untuk kepentingan pembuktian, bukankah catatan pendaftaran harus ditunjang oleh keterangan ahli untuk menerangkannya di pengadilan. Ketiga, dapatkah para penegak hukum melihat secara jernih bahwa setiap kesamaan “code” dalam program belum tentu suatu pelanggaran? Namun secara keseluruhan, hak cipta sebuah program komputer, misalnya, harus bermuara pada kebebasan masyarakat kita untuk mengakses pengetahuan terhadap suatu ciptaan yang memang dilindungi oleh hukum. Bukan untuk membatasi atau memperlambat proses alih ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.•
gue setuju deh dengan bapak Edmond Makarim, memang UU ITE dharapkan mengayomi kegiatan transaksi elektronik. gue pikir pandangan mas Edmond serupa dgn mas Ronny pada : http://www.ronny-hukum.blogspot.com bahwa UU ITE melindungi pengguna teknologi informasi.
http://www.biskom.web.id/2008/09/16/edmon-makarim-hak-cipta-harus-perluas-akses-iptek-untuk-masyarakat.bwi
Mas, mau tanya neh, katanya kalo UU ITE melindungi Hak Cipta, Paten (HAKI), bagaimana dengan kasus metode yg sudah pernah dipatenkan seperti pada contoh ini. Saya pelajari beberapa artikel orang hukum, katanya sih paten melindungi metode/proses sebuah ide, bukan implementasi dari ide tersebut.
Klik disini= http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=18317&cl=Berita
Coba deh kalo dipikir, banyak orang biasa bikin program, bikin produk, tapi si pencetus ide ini ga pernah dihargain di indonesia, setau saya tu yang mahal IDEnya sih. Hal ini menarik, karena di Indonesia banyak para pemilik ide2 yang sudah dipatenkan tapi ga punya finansial untuk melaksanaakan malah dijajah ama pemerintah yang dah gembar-gembor sana sini atas perlindungan HAKI tsb. Ibarat MENJILAT LUDAH SENDIRI.
Saya pernah juga mempelajari kasus pemilik paten PENJEPIT REL KA yang malah ditindas apa PJKA sebagai anak usaha pemerintah. (coba deh search di mbah GOOGLE). Kalo dah gini, sebenernya maunya gimana ya soal GEMBAR-GEMBOR PEMERINTAH TENTANG HAKI, UU ITE itu tadi. Kok tetep aja yang diuntungkan Kapitalis + pemerintah/anak Usahanya.
DAh daftarnya bayar, ribet, lama, salah-salah sertifikat belom jadi, dah banyak pada muncul metode/ide2 tsb, trusa kalo sertifikat dah jadi, nanti dibilang ide itu dah umum. NAh Lhooo……
Lagian mana mungkin menang ya kalo para pemilik paten2 tsb lawan hukum pemerintah, duitnya itu lho, padahal si pemilik HAKI tsb dah banyak keluarin banyak duit, eh pemerintah/perusahaan besar malah seenaknya pada nyolong ide2 tsb.
Indonesia emang latah, masih mending MPOK ATIK ga ngrugiin orang laen tuh.
Nah gimana tu mas???
Salam buat sudaraku DR. Edmon Makarim,SH, LLM
Aku ada perlu pengen ketemu, tp aku belum tau kapan aku sempat ketemunya. Kalo aku udah ada waktu, aku ke Kampus UI.
Terima kasih,
Wassalam,
Makarim Power