Perkembangnya internet di tanah air yang semakin pesat telah berdampak pada tumbuhnya transaksi secara online. Dengan total nilai transaksi e-commerce di tahun 2013 mencapai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 94 triliun dan diprediksi akan meningkat hingga mencapai US$ 24 miliar atau sekitar Rp 283 triliun pada 2016, menjadikan bisnis online atau yang biasa disebut e-commerce menjadi bagian penting bagi pertumbuhan perekonomian negara.
AGUS Tjandra, Vice Chairman & Foreign Relation Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), melihat potensi e-commerce di Indonesia memang sangat menjanjikan, namun pencapaian yang selama ini dirasakan belum memberikan hasil yang diinginkan.
“Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 240 juta jiwa dan besarnya pengguna internet yang mencapai 74 juta, ternyata hanya mencatatkan 4,6 juta yang melakukan transaksi online di tahun 2013. Hal ini tentunya belum merupakan angka yang besar dan menjadikan tantangan pertama dari perkembangan bisnis online di Indonesia,” ujar Agus, disela-sela penyelenggaraan Taiwan-Indonesia ICT Roadshow 2014 yang bertemakan “Taiwan E-commerce; Success Story”, di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta (2/9).
Hal lain yang harus dihadapi adalah metode pembayaran bisnis online yang masih menggunakan metode konvensional, yaitu transfer tunai dan bahkan cash on delivery (COD) yang merupakan pertanda masih belum tingginya kepercayaan pengguna internet terhadap metode pembayaran via kartu kredit maupun metoda e-payment lainnya. Pengguna layanan e-commerce juga masih terbatas pada para profesional yang merupakan pekerja kantoran dan belum merata pada berbagai kalangan pengguna internet lainnya. Belum lagi, pasar e-commerce Indonesia masih didominasi pengaruh pihak asing sehingga perlu dibuat langkah-langkah agar pelaku bisnis online Indonesia menjadi semakin kuat daya saingnya dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
idEA sebagai wadah pelaku industri e-commerce di Indonesia mengambil langkah dengan menjalin kerjasama dengan pihak Taiwan, yaitu Taipei Computer Association (TCA). Disebutkan Agus, kerjasama ini akan menjadi sarana edukasi dan membuka peluang investasi potensial yang ada di Indonesia. “E-commerce di Taiwan 10 tahun lebih dulu maju dari Indonesia sehingga kita perlu banyak informasi dari Taiwan untuk membangun e-commerce di dalam negeri dan menjadikan kerjasama ini kedepannya lebih konkrit lagi.”
Lebih lanjut, berikut ini wawancara BISKOM dengan pria kelahiran Palembang, 22 Agustus 1974 yang juga pendiri dan CEO Lojai.com, salah satu situs e-commerce terbesar di Indonesia ini.
idEA dan TCA telah melakukan penandatanganan MoU, apa saja bentuk kerjasama yang akan dilakukan?
Rencananya, kami akan melalui serangkaian program interaktif, diantara kunjungan perusahaan, presentasi bisnis, pertemuan bisnis, dan workshop. Kerjasama yang idEA lakukan tidak hanya terbatas dengan Taiwan, kedepannya kami akan banyak melakukan kerjasama dengan pihak lain dan akan banyak program yang dijalankan.
Dengan semakin banyak menjalin hubungan dengan pihak luar, maka akan semakin banyak informasi, pembelajaran dan pemberdayaan yang didapatkan. Dari sisi strategi akan semakin tahu apa saja yang negara lain lakukan.
Berapa nilai bisnis dari kerjasama yang dijalin ini?
Kalau kami konteknya sebagai asosiasi tidak merambah area komersil. Jadi kerjasamanya lebih kepada edukasi dan berbagi informasi. Edukasinya kita perlu belajar ke Taiwan, bertemu dengan dengan asosiasi-asosiasi di sana untuk belajar dan mengetahui langkah-langkah yang mereka lakukan untuk memajukan industri dinegaranya. Ini tentunya menjadi kesempatan yang bagus sekali untuk Indonesia.
Mengapa kerjasama ini lebih mengarah ke edukasi?
E-commerce di Indonesia terbilang industri baru yang tentunya edukasi dan belajar dari negara lain yang lebih dulu maju menjadi hal yang utama sekali. Dari sisi Taiwan sendiri dengan kerjasama ini mereka akan terhubung dengan pelaku industri e-commerce di Indonesia agar lebih naik industrinya. Selain itu, asosiasi kami kan terdiri atas 76 perusahaan yang juga butuh networking untuk mengembangkan bisnis. Jadinya kerjasama ini akan saling mengisi dan menguntungkan.
Mengapa e-commerce di Indonesia bisa tertinggal dari Taiwan?
Boleh dikatakan kematangan ekonomi Taiwan lebih dulu dan di atas kita. Di sana infrastrukturnya sudah ada semua, size negaranya juga lebih kecil dibandingkan Indonesia dan e-commerce sudah menjadi lifestyle.
Tetapi saya melihat e-commerce akan sukses sekali di negara-negara yang mempunyai penduduk yang besar dan memiliki spending yang besar juga. Jadi bisa dibilang potensi e-commerce Taiwan tidak sebesar Indonesia. Pastinya kita akan bisa mengejar ketertinggalan yang ada. Indonesia dengan pangsa pasar yang besar harus dijaga dengan cara memajukan industri lokal khususnya e-commerce. Jangan sampai nantinya negara asing yang membentuk asosiasi di Indonesia dan menguasai pasar.
Lalu, kapan e-commerce Indonesia bisa seperti Taiwan yang sudah advance teknologinya?
Kita lihat 3 tahun kedepan, karena e-commerce itu yang terpenting adalah infrastrukturnya. Nah, infrastruktur inikan tugasnya pemerintah untuk membangun, seperti membuat jalan yang dapat mempercepat transportasi pengiriman barang dan jangan sampai ada kemacetan yang berlarut-larut. Memang, sampai hari ini pemerintah sudah cukup support dan diharapkan dengan pemerintahan yang baru akan lebih support lagi. Inginnya ada regulasi yang mengatur percepatan infrastruktur. Itu yang terpenting.
Dari pelaku e-commerce sendiri apa yang akan dilakukan untuk mengejar ketertinggalan?
Industri akan mengikuti situasi. Infrastruktur bagus, semuanya bagus maka otomatis e-commerce akan naik. Bisa dibayangkan dengan situasi seperti sekarang ini saja percepatan pertumbuhan ekonomi kita lebih cepat dari negara-negara Asean lainnya. Orang Indonesia itu kreatif dengan kondisi ini bisa tumbuh lebih cepat, tentunya bila infrastrukturnya semakin bagus maka akan lebih cepat lagi pertumbuhannya.
Kepercayaan terhadap e-commerce masih menjadi suatu kendala. Bagaimana asosiasi menyikapi hal ini?
Dari kami sudah mengeluarkan yang namanya trust mark. Jadi bila masyarakat belanja di salah satu e-commerce seperti Lojai.com, maka akan terlihat tanda trust mark di kanan atas yang memverifikasi bahwa belanja disana aman dan merupakan anggota idEA. Untuk menjadi anggota, tentunya ada beberapa kriteria yang harus penuhi pelaku e-commerce. Jadi tidak sembarangan perusahaan bisa masuk menjadi bagian dari asosiasi kam, diperlukan legalitas.
Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipasi bahwa yang menjadi member idEA merupakan perusahaan yang identitasnya jelas dan bisa diketahui pemiliknya. Jadi bila ada masalah bisa diketahui harus melaporkan kemana.
Adakah teknologi yang digunakan untuk menjamin keamanan transaksi yang masih menjadi momok bagi pembelanja online?
Faktor secure memang harus diperkuat karena konsumen online selalu memperhatikan faktor keamanan. DI Lojai.com misalnya, telah dilengkapi dengan 3D secure system serta secure socket layer(SSL). Saat hendak masuk ke proses pembayaran, otomatis link akan berubah menjadi https (hypertext transfer protocol secure). Https merupakan kombinasi antara http da SSL/TLS. Jadi, lalu lintas data telah terenkripsi.
Kedepannya, trend e-commerce di Indonesia akan seperti apa?
Trendnya akan sangat pesat. Sekali. Saya pernah mengatakan di beberapa kesempatan, jika kita tidak terjun ke e-commerce 5 tahun lalu, itu tak masalah. Namun jika tak melakukan ini 5 tahun ke depan, maka akan menyesal. Dimana nilai belanja retail telah mencapai US$ 100 miliar, sementara penetrasi secara online baru 0,1% nya. Sisanya merupakan potensial dan itu masih sangat besar sekali sehingga e-commerce menjadi keharusan untuk berkembang. •ANDRI/M.TAUFIK (foto)