Bogor, Biskom – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), cq Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi, dalam mendorong inovasi, memiliki kebijakan hilirisasi agar suatu riset atau kreativitas yang dilakukan melalui penelitian dan pengembangan (litbang) bisa menjadi suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan memiliki keberlanjutan bisnis.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe mengatakan Kemenristekdikti terus mendorong agar perguruan tinggi, lembaga litbang atau masyarakat berkreatif dan mengembangkannya menjadi wujud nyata berupa produk atau proses maupun hal-hal lain yang merubah kreativitas ini menjadi sesuatu yang bermanfaat.
“Artinya, kita harus mengembangkan kreativitas atau riset-riset yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau industri. Kalau tidak sesuai dengan kebutuhan saya kira mungkin menjadi sampah,” tutur Jumain pada acara Ekspose Produk Inovasi sebagai Capaian Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi, di Cisarua, Bogor pada Rabu (19/12).
Dalam kegiatan tersebut, dipaparkan beberapa hasil inovasi yang mendapat dukungan dari Dirjen Penguatan Inovasi. Antara lain garam pro analisa, stem cell, cat anti radar, radio sonde, katalis, dan aplikasi penjualan hasil laut Aruna.
Jumain menekankan bahwa kreativitas atau riset yang bermanfaat saja belum tentu disukai orang kalau tidak memiliki nilai bisnis, nilai ekonomi, nilai sosial, atau nilai budaya. Untuk itu ada tiga hal yang perlu dilakukan dalam menjalankan proses atau sistem inovasi.
Pertama, mendorong kreativitas. Kedua, melakukan inovasi artinya melakukan perubahan dari kreativitas itu agar bisa diterapkan. Ketiga entrepreneur. “Tiga hal ini perlu menjadi satu kesatuan di dalam kita menjalankan proses atau sistem inovasi. Kalau salah satu tidak dilakukan maka akan pincang dan tidak terjadi sistem inovasi,” tuturnya.
Menurut Jumain, dalam menjalankan proses inovasi tidak mudah karena ekosistemnya harus dibangun. Salah satu hambatannya adalah masalah regulasi yang kadang tidak mengikuti perkembangan zaman. Lompatan inovasi sangat cepat, namun kadang terhambat karena kebijakan tidak mengikutinya.
Jumain menambahkan, pemanfaatan dan pemasaran produk-produk inovasi dan teknologi membutuhkan keberpihakan dan penguatan regulasi untuk menciptakan kondisi kondusif bagi pertumbuhan dan pengembangan inovasi di Tanah Air. “Bagaimana kita berpihak menggunakan inovasi ini mesti ada aturan,” katanya
Keberpihakan dapat diwujudkan dengan penggunaan hasil inovasi dan teknologi anak bangsa di dalam negeri, misalnya seluruh kantor pemerintah, badan usaha milik negara dan bahkan sejumlah perguruan tinggi negeri harus menggunakan produk-produk hasil inovasi tersebut.
“Keberpihakan itu, begitu ‘launching’ (peluncuran) produk langsung dipakai nasional,” ujarnya. Dengan demikian, hal itu memberikan pasar yang prekomersialiasai bagi produk hasil inovasi dan teknologi yang benar-benar digunakan dalam negeri. “China dan Korea sangat berpihak, mau jelek pakai dulu setelah itu ada perbaikan dan pengembangan,” ujarnya.
Dia mencontohkan, Misalnya pengembangan motor Gesits yang sudah melompat jauh tetapi proses untuk sertifikasi di Kementerian Perhubungan belum ada tata cara atau protokol untuk menguji motor listrik, sehingga menggunakan tata cara luar negeri yang sudah establish. Akibatnya, sehingga banyak sekali inovasi motor listrik karya anak bangsa yang tidak lolos.
Beberapa startup juga mengalami kendala perizinan dan hal-hal lain terkait produksi sehingga sulit menembus pasar, terutama startup di bidang pangan dan kesehatan. Beberapa proses perizinan juga sangat panjang prosedurnya.
“Begitu juga dengan stem cell yang produknya sangat spesifik namun di BPOM belum ada protokol uji klinis-nya,” terangnya. Untuk itu, Jumain berharap mendorong adanya keberpihakan kebijakan atau regulasi yang terkait riset dan inovasi karya anak bangsa. (red/MA)