Jakarta, BISKOM – Hari Selasa, 12 Maret 2019 sidang lanjutan gugatan Calon Hakim Agung dengan Penggugat Dr. Binsar M Gultom, S.H., S.E.,M.H.,di PTUN JKT yang dikuasakan kepada ahli tata negara Dr. Irman Putrasidin, SH, MH, dkk dengan agenda mendengarkan 2 (dua) saksi fakta dari Tergugat Komisi Yudisial.
Sesudah kuasa hukum Tergugat mempertanyakan tupoksi saksi Sefti Melida selaku kepala bagian perekrutan CHA, yang didalamnya terungkap mengenai prosedur perekrutan dan nilai CHA yang dapat diloloskan pada tahap berikutnya, langsung ditanggapi oleh kuasa hukuk Penggugat kepada majelis hakim, “tidak relevan dengan obyek gugatan penggugat”.
Maka setelah majelis hakim TUN yang dipimpin ketuanya Nelvy Christine, SH, MH memberikan kesempatan kepada Kuasa Hukum Penggugat dari Kantor Hukum Irmanputra Sidin yaitu Alungsyah dan Kurniawan menanyakan apakah saksi mengetahui apa yang menjadi objek gugatan dalam perkara ini, saksi menjawab mengetahui, namun tidak begitu memahami, namun akhirnya saksi menyatakan bahwa KY awal mulanya mendapat kiriman surat dari Wakil Ketua MA non yudisial No. 4 tahun 2018 perihal pengisian Kekosongan jabatan Hakim Agung.
Lalu KY membahasnya lebih lanjut dalam rapat pleno, namun ketika ditanya oleh kuasa hukum penggugat terkait dengan Putusan MK No. 53 Tahun 2016 itu dibahas atau tidak dalam rapat pleno, saksi menjawab dibahas melalui slide proyektor saja dan tidak mendetail dibahas putusan MK tersebut. Dan dengan berbagai alasan pertimbangan menurut pasal 15 UU KY yang juga KY berwenang menseleksi CHA, maka menurut saksi fakta Sefti, KY akhirnya mengesampingkan kebutuhan hakim agung yang diperlukan saat ini oleh MA selaku pengguna.
Ketika Penggugat prinsipal mempertanyakan sejauh mana Saksi mengetahui Komisioner KY mengetahui pertimbangan dan putusan MK No. 53/2016 tersebut, saksi Sefti tidak mengetahuinya, akhirnya Penggugat prinsipal mengklarifikasi kepada saksi Sefti bahwa setelah berlakunya putusan MK tersebut, maka kewenangan KY dalam seleksi CHA non karier dibatasi, yakni sepanjang dibutuhkan keahliannya oleh MA.
Ditambahkan pula oleh saksi Sefti, tentang proses rekrutmen CHA, apakah proses kelulusan itu berdasarkan nilai atau kuota, namun Kuasa hukum Penggugat tidak mempersoalkan hal itu, mengingat apa yg dijelaskan selanjutnya tidak relevan dengan apa yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini.
Kemudian penggugat prinsipal mempertanyakan kepada saksi fakta, mengapa pada seleksi tahap administrasi, kualitas tahap II hingga tahap ke III ( kesehatan dan kepribadian) Tergugat selalu memberikan surat keputusan dalam bentuk Pengumuman, sedangkah kelulusan tahap IV (wawancara) hingga pengiriman 4 orang CHA ke DPR tidak menggunakan surat keputusan Pengumuman, dijawab saksi Sefti karena nilai yang lolos tahap wawancara dan pengiriman nama-nama ke DPR tersebut bersifat rahasia, katanya, hingga akhirnya menimbulkan kecurigaan bagi Penggugat dan pengunjung sidang.
Saat ditanya oleh salah satu anggota majelis bagaimana bentuk nilai kelulusan CHA tersebut, saksi fakta mengatakan bukan berdasarkan kuota dari MA, tetapi berdasarkan nilai rangking. Kemudian saat ditanyakan, tentang apa bentuk standar kelulusan rangking tersebut, saksi Sefti tidak bisa menjawabnya.
Atas hal tersebut membuat pihak Penggugat prinsipal akan mempersoalkan transparansi nilai yang dikeluarkan oleh Tergugat tersebut kepada pihak Komisi Informasi Publik (KIP), karena masalah penilaian lulus tidaknya para CHA bukanlah domain/ranah PTUN, akan tetapi menjadi ranah KIP yang sekarang nilai para CHA seleksi sebelumnya sedang digugat di KIP.
Atas terungkapnya hal tersebut, Ketua Majelis berpendapat, biarlah majelis hakim yang mendalami dan mempertimbangkan terkait dengan proses Perekrutan dan sistem yang digunakan oleh KY ketika perekrutan CHA tersebut.
Sementara saksi kedua, Rob Siringo selaku Tenaga ahli KY menjelaskan posisinya waktu itu sebagai tim penilai CHA, namun ketika saksi ditanya oleh Kuasa Hukum Penggugat, apakah saudara saksi mengetahui apa yang menjadi dasar gugatan penggugat dalam perkara ini? Yang dijawab, ada 2 objek gugatan yaitu, KTUN tahap administrasi dan KTUN tahap Kualitas, namun ketika kaitannya dengan kebutuhan hakim agung berdasarkan surat Waka MA bidang non yudisial No. 4/2018 dan juga substansi dari Putusan MK No. 53 tahun 2016, ternyata saksi Rob Siringo kurang faham, akhirnya Kuasa Hukum Penggugat menyudahi pertanyaan, mengingat saksi yang dihadirkan juga tidak tahu dan hanya fokus kepada bagian penilaian CHA, selain daripada itu saksi Rob hanya mengetahui mengenai proses seleksi CHA tahun 2017, padahal obyek gugatan penggugat adalah seleksi CHA ditahun 2018.
Setelah selesai sesi tanya jawab, majelis hakim yang dipimpin oleh Nelvy Christine, S.H.,M.H menyudahi persidangan dan sidang ditunda pada minggu depan hari Senin tanggal 18 Maret 2018 pukuk 10.00 wib di PTUN Jakarta dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dari pihak Tergugat Komisi Yudisial. (Hoky & Vincent)