Jakarta, Biskom – Badan Standardisasi Nasional (BSN) genap berusia 22 tahun pada 26 Maret 2019. Banyak catatan penting selama kurun waktu tersebut. Ada beberapa “pekerjaan rumah”, tetapi banyak juga capaian yang membanggakan.
BSN dibentuk pada 26 Maret 1997 sebagai Lembaga yang membina dan mengembangkan standardisasi nasional. BSN, kala itu, menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN) yang berkedudukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tugas pokoknya memfasilitasi pemangku kepentingan dalam menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kepala Biro Humas, Kerjasama, dan Layanan Informasi BSN, Nasrudin Irawan, selama kurun waktu 2014-2018 banyak kiprah BSN yang telah ditorehkan. Antara lain, meningkatnya jumlah SNI yang ditetapkan yakni sejumlah 1.875 dokumen SNI dimana 50% harmonis dengan standar internasional.
BSN mengembangkan skema akreditasi yang dilakukan melalui Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebanyak 28 skema akreditasi dengan jumlah lembaga penilaian kesesuaian yang telah diakreditasi dan diakui secara internasional sejumlah 2.019. Skema yang dikembangkan antara lain adalah skema pariwisata, anti penyuapan, dan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).
BSN juga menetapkan SNI sebagai satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia yang dirumuskan oleh Komite Teknis (dulu disebut sebagai Panitia Teknis). “Pada tahun 2014 – 2018, terdapat 152 Komite Teknis yang beranggotakan 1.700 pakar, akademisi, dan anggota asosiasi,” ungkapnya.
Dalam kurun waktu empat tahun, lanjut Nasrudin, BSN telah mencatatkan berbagai peristiwa penting yang melibatkan stakeholder yakni memperkuat kerjasama standardisasi dengan stakeholder. “Kerjasama kurun waktu 2014-2018, BSN telah melakukan kerjasama dengan 149 stakeholder standardisasi yang terdiri dari 66 Kementerian/Lembaga, 59 Perguruan Tinggi dalam negeri, dan 24 kerjasama luar negeri,” paparnya.
Dalam rangka melaksanakan amanah Undang-undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, khususnya dalam hal pembinaan UMK, BSN membina UMK untuk dapat menerapkan SNI. Hal ini dilakukan agar UMK-UMK yang ada di Indonesia makin sadar akan pentingnya penerapan standar dalam meningkatkan daya saingnya.
“Dalam kurun waktu 2014-2018 terdapat 13.819 industri penerap SNI dan UMK yang dibina BSN untuk difasilitasi sertifikasi SNI sejumlah 614 UMK,” tegas Nasrudin.
Pencapaian lainnya dalam pelayanan informasi standardisasi dan penilaian kesesuaian, BSN melayani sebanyak 92.911 pengguna dengan jumlah 28 SNI Corner. SNI Corner bertujuan membuka akses bagi siapa saja untuk mendapatkan informasi tentang standar. Salah satunya akses mendapatkan dokumen SNI, lembaga sertifikasi, buku-buku referensi dan promosi SNI.
Sementara, mulai tahun 2005, BSN menyelenggarakan Anugerah SNI Award. SNI Award kemudian menjadi rutinitas tahunan, yang sudah menginjak ke-14 kali penyelenggaraan.
Dengan capaian yang telah diraih selama kurun waktu empat tahun (2014-2018), banyak tantangan yang harus dihadapi apalagi dengan adanya restrukturisasi organisasi BSN baru.
Peran BSN dalam membangun infastruktur mutu Nasional di Indonesia, diharapkan semakin kuat, menyusul ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2018 tentang BSN pada 2 Februari 2018. Peraturan Presiden ini untuk melaksanakan ketentuan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (UU SPK).
“Terutama dengan adanya restrukturisasi organisasi BSN baru, BSN diharapkan semakin solid dengan menanamkan nilai-nilai organisasi Trust, Oriented, Profesional, Beneficial, Growth, dan Team Work atau yang lebih dikenal dengan TOP BGT,” pungkasnya. (red/ju)