BISKOM, Jakarta -Terkait polemik pembongkaran pembatas jalur sepeda di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta agar pihak Polri dan Pemprov DKI Jakarta berdialog lebih intens termasuk membuka partisipasi publik dan membuat kajian berbasis bukti (evidence based) serta persesuaian dengan regulasi yang ada sebelum memutuskan pembongkaran atau tidak.
“Polri tidak serta merta bisa langsung menyetujui usulan untuk melakukan pembongkaran pembatas jalur sepeda karena pengaturan masalah tersebut telah disusun oleh Kementriaan Perhubungan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 59/2020 tentang Keselamatan Pesepeda,” ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho.
Di dalam peraturan tersebut, Pasal 13 Ayat (3) huruf d menyatakan bahwa penetapan untuk Lajur Sepeda dan/atau Jalur Sepeda yang berada di jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kota, dan jalan strategis provinsi di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ditetapkan oleh Gubernur Daerah Khusus lbukota Jakarta.
Sementara terkait dengan ketetentuan mengenai perlunya standar jalur sepeda, termasuk pembatas antara jalur sepeda dengan di peraturan yang sama memang mewajibkan adanya pembatas lalu lintas untuk jalur khusus sepeda yang berdampingan dengan jalur kendaraan bermotor (Ayat (4) huruf f).
“Ketentuan di dalam Permen tersebut pastinya sudah melewati kajian yang komprehensif dari Departemen Perhubungan sebelum mengundangkannya sebagai Peraturan Menteri untuk menjaga keselamatan para pengguna jalan, baik pengguna kendaraan bermotor, pesepeda maupun pejalan kaki,” ujar Teguh.
Ombudsman memandang regulasi-regulasi tentang standar dan pemanfaatan jalan, jalur khusus pesepeda dan trotoar yang diatur dalam peraturan-peraturan Menteri Perhubungan sudah disusun dan ditetapkan berdasarkan kajian keilmuan sesuai dengan kompetensi Departemen Perhubungan. “Maka jika ingin melakukan perubahan terhadap standar dan pemanfaatan jalan, jalur khusus atau pedestrian, harus dilakukan kajian terlebih dahulu oleh pihak yang ingin melakukan perubahan, termasuk Polri jika ingin menghapus pembatas jalur sepeda tersebut,” tuturnya lagi.
Kajian berbasis bukti (evidence based) ini juga menurut Ombudsman harus dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta ketika akan melakukan penetapan jalur sepeda di sebuah kawasan., seperti penetapan Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang sebagai Kawasan Sepeda Road Bike di hari Sabtu dan Minggu. “Tidak bisa juga Pemprov DKI dengan serta merta menyetujui permintaan agar JLNT tersebut dijadikan kawasan bersepeda Road Bike seperti halnya jalan tol yang hanya untuk kendaraan roda empat,” ujarnya lagi.
Teguh menggarisbawahi bahwa tidak ada regulasi yang mengizinkan penetapan jalur sepeda dalam sebuah kawasan. “Penetapan Kawasan JLNT sebagai kawasan khusus pesepeda Road Bike tidak memiliki legalitas yang memadai, berbeda dengan penetapan jalur sepeda saja yang diatur di dalam Permenhub tersebut,” lanjutnya.
Selain ketiadaan regulasi, kebijakan penetapan JLNT sebagai Kawasan Road Bike juga menimbulkan diskriminasi layanan. “Kenapa hanya Road Bike yang boleh melintas di (hari) Sabtu Minggu jika standar keselamatan jalan tersebut dari aspek cross wind hanya aman dilintasi oleh kendaraan roda empat?” tanya Teguh.
Sementara jika Road Bike dianggap aman melintas ke JLNT sejauh tidak ada mix traffic, kenapa road Bike yang diizinkan bukan kendaraan roda empat saja atau kendaraan bermotor roda dua saja? Jika Road Bike dianggap aman memasuki JLNT sejauh tidak mix traffic, maka sepeda motor juga bisa dianggap aman melintas sejauh tidak ada mix traffic. “Jangan sampai para pengguna kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua merasa didiskriminasikan, terlebih mereka melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor setiap tahun dibandingkan dengan pengguna Road Bike yang membayar pajak saat pembelian,” lanjutnya lagi. Pemprov DKI Jakarta hanya berwenang menetapkan Lajur Sepeda, tidak untuk Kawasan Sepeda di lajur umum. Jika itu dilakukan, terdapat potensi Maladministrasi berupa melampaui kewenangan.
Ombudsman Jakarta Raya mendukung upaya perluasan kawasan lajur sepeda di Provinsi DKI Jakarta sebagai mitigasi menekan emisi karbon, mengurai kemacetan, dan bagian dari penyediaan sarana olahraga publik. Daripada menetapkan Kawasan JLNT Casablanca sebagai Kawasan Road Bike, Ombudsman meminta Pemprov DKI Jakarta lebih fokus pada perluasan jalur sepeda dan penyediaan fasilitas parkir sepeda di kawasan perkantoran dan tempat pelayanan publik lainnya di Jakarta. (Hoky)