Kehidupan kita telah terjalin dengan tekologi, sekiranya tidak mungkin akan berakhir dalam waktu dekat.
Khususnya artificial intelligence, seakan sejalan dengan perkembangan masyarakat menuju masa depan.
Dengan kecepatan artificial intelligence yang terjalin dalam kehidupan kita, tidak ada keraguan bahwa itu tidak akan berakhir dalam waktu dekat.
Sebaliknya, masa depan terlihat seperti masyarakat yang bernafas dan berkembang hanya melalui kecerdasan buatan.
Melansir laman analyticinsight pada Selasa, 15 Maret 2022 disebutkan bahwa dunia memasuki Era Baru dimana data sebagai lompatan penting sejak munculnya teknologi masa depan.
Tentu saja tidak terjadi tanpa tantangan. Manusia harus menciptakan perangkat keamanan perangkat keras dan handal dalam 15 tahun ke depan.
Mengatasi ketakutan akan terpinggirkannya manusia pada pekerjaan. Kepercayaan publik terhadap sistem artificial intelligence perlu diraih.
Kumpulan algoritma berhasil menyusun data dalam jumlah besar dengan pola yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Bisa di katakan, kolaborasi antara manusia dengan teknologi artificial intelligence merupakan gelombang masa depan.
Di sisi lain, keberadaan Metaverse mulai merasuki kondisi psikologis umat manusia.
Bagimana Metaverse pada tahun 2030?
Hingga saat ini dalam bentuknya memang belum terwujud sepenuhnya.
Masih berupa janji yang menawarkan suara, aroma dan pemandangan nyata ketika kita melakukan tur ke berbagai tempat di masa lalu, masa kini dan masa depan, bahkan luar angkasa sekalipun.
Tentu saja menggunakan Virtual Reality dan Augmented Reality dengan spektrum penuh respon sentuhan.
Penyesuaian di tingkatkan untuk setiap orang dengan menggunakan perpaduan data pribadi, biometrik fisik dan perilaku, pengenalan emosi beserta analisis sentimen dalam menciptakan realitas.
Satu-satunya batasan hanyalah imajinasi.
Sisi positif dari tren ini adalah karena Metaverse merupakan platform virtual, kemungkinan terluka fisik akan berkurang. Mendorong seseorang untuk keluar dari zona nyaman dalam mencoba hal-hal baru.
Sebaliknya, persoalan hukum di pertanyakan dengan beragam jenis kejahatan.
Avatar virtual memungkinkan pemalsuan atau pencurian identitas. Menyulitkan seseorang mengenali orang lain dan alamat fisik.
Setiap negara harus memperhatikan setiap rinci kemungkinan akan masa depan.