Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Mira Tayyiba menuturkan, Indonesia sebetulnya memiliki potensi demografi digital yang masif, di mana jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2021 sebanyak 212,35 juta jiwa. Angka ini setara dengan 76,8% dari total populasi atau ketiga terbesar di kawasan Asia setelah Tiongkok dan India.
Meski demikian, Indonesia memiliki tingkat literasi digital yang masih perlu diperbaiki. Dari hasil survei yang dilakukan Gerakan Nasional Literasi Digital Kemenkominfo bersama Kata Data Inside Center, indeks literasi digital Indonesia 2021 berada pada kategori sedang dengan skor 3,49 dari skala 1-5. Skor ini hanya naik sedikit dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 3,46.
“Masyarakat Indonesia, terutama generasi milennial dan generasi Z tumbuh sebagai social media native. Namun, situasi tersebut tidak serta merta berarti bahwa masyarakat Indonesia sudah terliterasi digital dengan baik,” kata Mira dalam webinar bertajuk “Membangun Literasi Digital untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi | Presidensi G-20”, Minggu (27/3/2022).
Dari segi penggunaan internet, lanjut Mira, masyarakat Indonesia yang menggunakan waktunya sekitar 8 jam 52 menit setiap hari justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermedia sosial, yaitu selama 3 jam 14 menit. Kemudian untuk waktu yang dibutuhkan dalam mengakses layanan hiburan digital selama 2 jam 50 menit, layanan musik 1 jam 30 menit, dan podcast 44 menit.
Mira menambahkan, dari segi kecakapan digital, data analytics, artificial intelligence, machine learning, process automation, internet of thing dan sistem analisis masih menjadi hard skill yang akan terus dicari hingga 2025. Meski demikian, sifat teknologi yang terus berkembang pesat memaksa kita untuk senantiasa melakukan upskilling dan reskilling, agar masyarakat memiliki kesadaran serta kemampuan yang memadai dalam memanfaatkan maupun mengembangkan dunia digital secara bijak, aman dan produktif.
“Pesatnya kemunculan teknologi digital yang baru, terutama extended reality seperti metaverse yang akhir-akhir ini sering dibicarakan, mengharuskan kita untuk mengantisipasi dan memikirkan kembali strategi penguatan talenta digital dengan berbagai kemungkinan kecakapan digital baru di dalam dunia digital yangs semakin terintergrasi dengan realitas fisik,” ujarnya.
Mira menambahkan, mengembangkan literasi dan kecakapan digital saat ini memiliki urgensi yang besar dalam mewujudkan transformasi digital yang inklusif, memberdayakan dan berkelanjutan, sekaligus untuk mendorong upaya bersama dalam mempercepat pemulihan ekonomi yang lebih tangguh.