OPINI:
Oleh: Ir. Soegiharto Santoso/ Hoky.
Kontroversi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang menyebut operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bikin negara jelek di mata dunia terus menuai beragam tanggapan dari berbagai tokoh.
Dua mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut besuara keras terkait pernyataan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan tentang operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Mantan Penyidik KPK Novel Baswedan, menyorot pernyataan Luhut soal OTT KPK bikin jelek Indonesia di mata dunia.
Novel berpendapat, semua pihak tentu berharap pejabat-pejabat negara melihat korupsi itu sebagai masalah serius. Sehingga menurutnya, tidak baik kemudian tidak peduli atau permisif terhadap praktik korupsi.
Pernyataan tegas juga disampaikan Mantan Ketua KPK Abraham Samad di berbagai media. Ia menyebutkan, pelaksanaan OTT KPK adalah bentuk penegakan hukum.
Samad mengatakan, OTT tidak bisa begitu saja dilepaskan karena bagian tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) KPK.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan -UPH, Emrus Sihombing juga turut berkomentar keras.
Dia menuturkan, pernyataan OTT-OTT itu tidak bagus, sangat berpotensi melemahkan KPK dan sekaligus memberi angin segar kepada calon koruptor, serta menguntungkan posisi perilaku koruptif.
Dengan tegas Emrus berpendapat, tindakan OTT KPK tersebut malah sebaliknya dapat membuat nama Indonesia semakin baik di mata dunia dan mendorong masuknya investasi ke Indonesia.
Emrus mengingatkan, hingga saat ini korupsi sudah menjadi patologi sosial yang kronis di negeri ini.
Mencermati pernyataan para tokoh tersebut, selaku jurnalis, penulis menilai, apa yang disampaikan para tokoh sebagai respon atas pernyataan Menko Marves LBP patut didukung.
Pernyataan Menko Marves LBP tidak tepat dan sangat berpotensi menguntungkan para Koruptor.
Untuk meredam isu negatif di masyarakat, LBP harus segera menarik pernyataannya bahwa OTT KPK membuat jelek Indonesia di mata dunia.
Meski pernyataan Luhut bertujuan untuk mendorong KPK mengutamakan langkah pencegahan, namun perlu dipahami tugas KPK yang paling utama adalah pemberantasan korupsi dan OTT adalah bagian terpenting dalam penindakan.
Justru dengan adanya OTT-OTT inilah seharusnya para (calon) pelaku koruptor stop melakukan korupsi.
Kasus suap dan OTT di lingkup peradilan membuktikan bahwa OTT sangat dibutuhkan. Tanpa OTT di lingkup lembaga peradilan akan sangat sulit menangkap mafia hukum dan makelar kasus.
Pernyataan penulis sangat beralasan. Buktinya, belum lama ini publik disuguhi informasi pernyataan yang cukup mengejutkan dari seorang pengacara.
Sebagaimana diberitakan di berbagai media online, pengacara Yosep Parera mengungkapkan, selama ini pengacara yang melakukan praktik hukum (selalu) tersandera. Dia membeberkan bahwa pengacara harus mengeluarkan sejumlah uang agar surat mereka bisa terkirim sampai ke meja hakim agung.
Selanjutnya di banyak media online mengungkap ketidakberdayaan seorang Hakim Agung berhadapan dengan makelar kasus.
Lihat saja ada media melansir berita tersebut dengan judul cukup bombastis : “Hakim Angkat Tangan Hadapi Makelar Kasus di Mahkamah Agung.”
Diberitakan secara gamblang, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial Sunarto angkat bendera putih membereskan makelar kasus (markus) di tubuh lembaganya. Itu disampaikan Sunarto merespons dua hakim agung yang diproses hukum KPK atas kasus dugaan korupsi.
Menurut Sunarto, upaya yang paling mungkin dilakukan adalah mempersempit ruang gerak markus.
Menurut dia, Markusnya lebih pintar sehingga pihaknya harus mencari metode untuk mempersempit kerjanya markus.
Namun sayangnya Hakim Agung itu justru mememohon maaf dan angkat tangan (menyerah) untuk menghilangkan markus.
Penulis sendiri baru-baru ini sempat beberapa kali ke KPK untuk membuat laporan pengaduan terkait dugaan suap di lembaga penegak hukum. Terlebih lagi terdapat fakta pengakuan saksi di dalam persidangan terkait adanya 2 (dua) orang yang menyediakan dana untuk perbuatan rekayasa hukum, hingga dugaan menggunakan dokumen palsu perkara Apkomindo yang kemudian bisa menang diberbagai tingkat peradilan.
Semoga tulisan ini bisa memberi pemahaman bahwa KPK wajib melakukan OTT untuk memberantas korupsi dan markus di lembaga peradilan. (Juenda)
Penulis :
• Ir. Soegiharto Santoso
• Ketum APKOMINDO
• Ketum APTIKNAS
• Ketua OKK SPRI
• Ketua Dewas LSP Pers Indonesia
• Wapimred Media Info Breaking News
• Pemimpin Redaksi Media Biskom
Artikel Terkait:
Johanis Tanak Lulus Uji Kompetensi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid V
Sidang Otto Hasibuan Digugat 110 Miliar Berlanjut
Bukan Hoax, Ini Fakta Prof. Otto Hasibuan Digugat Rp 110 Miliar
Soegiharto Santoso Gugat Otto Hasibuan 110 Miliar
Soegiharto Santoso Kembali Surati Otto Hasibuan Terkait Dugaan Pemalsuan
2 Kali Surati Otto Hasibuan, Ketua Umum Apkomindo Soegiharto Santoso Tak Kunjung Dapat Jawaban
Perkara APKOMINDO, Soegiharto Santoso Layangkan Surat Ke-2 Kepada Otto Hasibuan
Polres Jaksel Tindaklanjuti Laporan Dugaan Pemalsuan Dokumen APKOMINDO di PN JakSel
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Dilantik Menjadi Ketum Ikatan Sports Sepeda Indonesia
Soegiharto Santoso Serius Tantang Otto Hasibuan Ungkap Pemalsuan Dokumen
Mahfud Md Bicara Hukum di Indonesia: Bisa Diperjualbelikan!
VIDEO FULL Mahfud MD Menko Jokowi Ulas Mafia Industri Hukum: Hakim, Jaksa, Polisi Main
Otto Hasibuan Tidak Berani Menerima Tantangan Wartawan BISKOM.
Wartawan BISKOM Tantang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM. Bedah Kasus APKOMINDO
Mahasiswa STIH IBLAM Tantang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM. Podcast Perkara APKOMINDO
Oknum Pengacara Gunakan Dokumen Palsu, Alumni Lemhannas Sesalkan Hakim Tidak Teliti
Soegiharto Santoso: Bukti Kebenaran Tentang Pemalsuan Dokumen di Pengadilan Pasti Terungkap
Miris dan Ironis, Gunakan Data Palsu Munaslub APKOMINDO 2015 Bisa Menang di Pengadilan