BISKOM, Jakarta – Keprihatinan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Benny Ramdhani atas masih banyaknya Pekerja Migran di luar negeri yang tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah cukup membuatnya resah. Sehari menjelang peringatan Hari Pekerja Migran Internasional, Kepala BP2MI Benny Ramdhani mengutarakan keresahannya kepada media ini atas nasib pekerja migran Indonesia yang dipecat dan diusir majikan di luar negeri, namun pemerintah mengalami kendala untuk menolong secara darurat.

“Saya pernah menemui seorang PMI yang menenteng koper di Hongkong. Saya pikir dia baru tiba. Ternyata orang itu baru dipecat majikan dan kebingungan mencari perlindungan. Sedih sekali melihat kondisi seperti ini. Negara jahat kalau tidak bisa melindungi PMI yang mengalami masalah di luar negeri,” ungkap Benny Ramdhani, saat berbincang akrab dengan wartawan media ini, CEO Cybers Group Dedi Yudianto, aktifis pekerja Migran Atan dari Indramayu, serta salah satu aktifis PMI dari Jepang Lubis Ahmad Hidayat, usai kegiatan Rakernas Kawan Pekerja Migran Indonesia di Hotel Luwansa Jakarta (18/12/2023) baru-baru ini.

Nasib buruk yang menimpa PMI di Hongkong yang ditemui secara tidak sengaja oleh Kepala BP2MI ini ternyata terjadi bukan hanya di Hongkong saja melainkan di beberapa negara lain. Salah satunya di Jepang. “Tidak ada shelter yang bisa dibangun di Jepang. Padahal kami tau ada bangunan yang dibangun oleh Pertamina di Jepang. Seharusnya pembangunan shelter atau penampungan sementara bagi PMI dapat dibangun pemerintah karena ada contoh pihak Pertamina bisa. Karena jika shelter bisa dibangun maka PMI yang dipecat mendadak bisa langsung ke lokasi shelter untuk pertolongan darurat,” ujar Lubis Ahmad Hidayat.

Senada dengan Hidayat, purna PMI asal Indramayu, Atan menuturkan pengalamannya saat menjadi PMI di Hongkong selama 10 tahun. “Banyak PMI yang dipecat majikan tengah malam namun mereka tidak tahu harus pergi kemana mencari perlindungan. Jika saja ada tempat penampungan sementara maka mereka bisa langsung tertolong,” beber Atan, yang kini menekuni usaha Warkop Digital untuk eks PMI binaan Cybers Academy Group.

Atan menambahkan, dirinya sedih karena tahu bahwa Pemerintah Indonesia tidak diijinkan mendirikan smelter untuk penampungan sementara PMI yang dipecat majikan karena sistem di negara luar itu tidak memungkinkan.

Menanggapi hal itu, KepalaBP2MI Benny Ramdhani juga mengaku sangat prihatin. Meskipun situasi di Hongkong cukup aman, namun menurut Beni, jika PMI diusir dari rumah majikan tengah malam, hal itu akan sangat membahayakan baginya.

“Sayangnya kami tidak punya perwakilan di luar negeri. Pejabat yang mengurus pekerja migran di kedutaan atau KJRI bukan dari BP2MI. Sehingga sulit bagi kami untuk memerintahkan atau membuat tindakan langsung karena kami dianggap bukan atasan dari pejabat tersebut yang bertugas di sana,” bebernya.

Benny juga mengungkapkan, baru-baru ini pihaknya mendapat kabar bahwa Gubernur Jawa Timur Kofifa Indar Parawansa sempat mengunjungi Hongkong dan hendak membangun shelter untuk PMI asal jatim dengan tujuan untuk melayani warganya ketika dipecat dan diusir majikan. Namun ternyata, sistem di negara itu tidak mengijinkan pemerintah membangun shelter atau tempat penampungan sementara selain kantor Kedutaan.

Terlepas dari permasalahan itu, Benny memiliki sebuah ide dan cita-cita untuk membuat satu sistem digital untuk perlindungan PMI di luar negeri yang mengalami tanda bahaya. “Saya punya keinginan untuk membuat perangkat digital yang berupa aplikasi seperti panic button alaram. Jadi saat PMI sedang terancam bahaya dia bisa langsung memencet panic button untuk mengirim sinyal tanda awas kepada petugas BP2MI,” ujar Benny.

Ketika tombol ditekan, lanjut Benny, maka sinyal data di comen center di BP2MI akan menyala sebagai tanda awas bahwa PMI sedang dalam bahaya. “Selama ini sistem di BP2MI hanya sebatas mengetahui di mana lokasi PMI berada selama 24 jam. Namun jika sistem ini bisa dibuat, maka sinyal tanda bahaya bagi PMI dan lokasi kejadian akan langsung kita kirim ke keduataan agar segera menurunkan petugas kemanan setempat untuk menolong PMI yang mengirim tanda bahaya,” terang Benny.

Benny juga mengutarakan keterbukaan lembaga yang dipimpinanya terkait anggaran. Kali ini, ia mengumumkan secara luas ke publik anggaran yang didapat BP2MI pada tahun 2024. BP2MI menjadi satu-satunya lembaga pemerintahan yang berani transparan mengungkapkan anngarannya ke publik.

“Ini kami lakukan sebagai bentuk tanggung jawab moral transparansi dan keterbukaan BP2MI kepada publik. Budaya transparansi, terbuka itu sudah kita lakukan itu berjalan sejak tahun 2020 sejak saya memimpin. Mungkin ini juga yang pertama dilakukan oleh kementerian/lembaga dimana BP2MI menyampaikan secara terbuka berapa besar anggaran BP2MI dialokasikan untuk kegiatan dan program apa saja,” ujar Beny yang juga menjabat Wakil Ketua Umum OKK DPP Partai Hanura tersebut.

Pada tahun 2024, BP2MI memperoleh anggaran sebesar lebih dari Rp530 miliar, tepatnya Rp530.513.681.000. Jumlah ini naik signifikan dibandingkan tahun 2023, yang total Rp382.823.821.000.

Benny berharap dengan kenaikan anggaran ini pihaknya dapat melindungi Pekerja Migran Indonesia dengan mengunjungi langsung ke negara yang ditemukan banyak persoalan. “Selama 3 tahun saya memimpin lembaga ini baru akhir tahun ini saya bisa ke luar negeri melihat langsung persoalan PMI karena keterbatasan anggaran. Dan dengan anggaran yang naik maka kami bisa terjun langsung ke negara yang membutuhkan perlindungan dari BP2MI,” pungkasnya. (Hence)