BISKOM, Singapura – Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. M. Syarifuddin, S.H., M.H. hari senin 8 Januari 2024 lalu atas undangan Supreme Court of Singapura menghadiri acara Opening Legal Year Singapura 2024.
Acara Opening Legal Year merupakan bagian dari tradisi rutin peradilan Singapura dan negara-negara dengan tradisi Common Law yang dilaksanakan setiap awal tahun. Acara ini rutin dihadiri oleh delegasi Mahkamah Agung RI sebagai negara tetangga terdekat dengan Singapura.
Acara Opening Legal Year adalah tradisi penting pengadilan-pengadilan pada negara anggota persemakmuran termasuk Supreme Court of Singapore yang menandakan dibukanya operasi pengadilan pada tahun tersebut. Acara tersebut adalah seremoni penting yang dihadiri oleh pejabat penting peradilan dan hukum negara tersebut dan Mahkamah Agung negara sahabat.
Secara protokol, acara dimulai dengan pidato pembukaan oleh Jaksa Agung Singapura Mr Lucien Wong, S.C. disambung dengan Pidato Oleh Ketua Law Society Singapura , MS Lisa Sam Hui Min dan terakhir ditutup oleh Response dari Chief Justice Sundaresh Menon.
Tercatat menghadiri acara tersebut, seluruh Hakim Supreme Court of Singapore, perwakilan pemerintah, anggota Law Association, dan juga para tamu kehormatan asing.
Tahun 2024 acara Opening Legal Year Singapore dilakukan di Hall Supreme Court Singapore dan dipimpin langsung oleh Chief Justice Supreme Court of Singapore The Hon Sundareh Menon.
YM Ketua Mahkamah Agung RI didampingi oleh YM Ketua Kamar Perdata I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H. dan Staf Khusus Ketua MARI Dr. Aria Suyudi, S.H., L.L.M
Selain delegasi Mahkamah Agung RI tercatat hadir Chief Justice Federal Court of Malaysia Tun Tengku Maimun Binti Tuan Mat yang hadir didampingi oleh suaminya, Chief Justice Laos Prof. Dr. Mrs. Vienthong Siphando Ketua Mahkamah Agung Republik Demokratik Laos.
Selain itu hadir juga hakim hakim internasional pada Singapore Internasional Commercial Court yaitu Hon James LB Allsop mantan Chief Justice Federal Court of Australia dan Justice James Michael Peck mantan hakim kepailitan Amerika Serikat pada Southern District New York.
Secara substansi Opening Legal Year juga merupakan acara yang merupakan acara dimana Mahkamah Agung Singapura menyampaikan berbagai topik penting yang akan menjadi prioritas ke depannya.
Tahun ini Chief Justice SUndaresh Menon menekankan pidatonya atas perkembangan teknologi dan pengaruhnya terhadap praktek hukum.
CJ Menon mengakui bahwa dampak teknologi yang disruptif dan ketidakpastian ekonomi, serta bahaya inheren dari konflik internasional besar yang sedang berlangsung, dan ancaman perubahan iklim adalah nyata, dan semuanya terjadi secara bersamaan dalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perubahan ini mau tidak mau akan berdampak pada hukum. Selanjutnya sektor jasa hukum berada pada titik perubahan.
Oleh karena itu, profesi hukum harus merenungkan bagaimana kita, secara individu dan kolektif sebagai sebuah profesi, dapat mengarahkan masa depan dengan baik – dengan membentuk kembali sistem peradilan, praktik hukum, dan pendidikan hukum.
CJ Sundaresh Menon menyebutkan bahwa AI generatif (generative AI) saat ini baru memiliki kemampuan untuk menunjukkan kinerja sedikit dibawah tingkat rata-rata kinerja manusia, dan akan menyamai kinerja manusia di kuartil teratas pada awal tahun 2030-an. Hal ini melampaui beberapa prediksi yang mendahului munculnya generatif AI.
Meningkatnya dampak AI generatif akan mengubah cara kerja profesi yang dimulai dengan bidang-bidang seperti due dilligence, tinjauan kontrak, penelitian hukum, dan pembuatan dokumen hukum. Beberapa pekerjaan seperti itu kemungkinan besar akan dilakukan oleh mesin dan ahli teknologi, bukan oleh pengacara
Seiring dengan semakin canggihnya model AI generatif, kekhawatiran mengenai penggunaannya pun semakin meningkat.
Profesi harus memastikan bahwa AI generatif digunakan secara bertanggung jawab dan etis. Karena alat AI generatif menghasilkan keluaran hanya dengan prediksi statistik sebagai respons terhadap suatu perintah, alat tersebut tidak menyadari nilai-nilai profesional mendasar seperti kejujuran dan integritas.
Alat-alat ini dapat dan kadang-kadang akan memberikan keluaran yang mungkin terdengar kredibel, namun sepenuhnya tidak akurat.
Model AI generatif juga dapat secara tidak sengaja memperkuat bias dalam data pelatihan, sehingga menghasilkan keluaran yang tidak tepat.
Kekhawatiran lain yang terus berkembang adalah perlunya melindungi privasi, keamanan, dan kerahasiaan data saat memanfaatkan AI generatif. Ini hanyalah petunjuk mengenai permasalahan yang harus kita hadapi.
Supreme Court Singapura dilakukan melalui kemitraan dengan Microsoft dan Harvey, salah satu pionir AI yang terkait dengan hukum. Singapura juga telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Harvey. Sebagai permulaan, mereka sedang mempelajari apakah AI dapat membantu pengguna di Small Claims Tribunal untuk lebih memahami dan menjelaskan klaim dan pembelaan mereka.
Hal ini mungkin akan menjadi sebuah hal yang transformatif seiring berjalannya waktu dan dapat menjadi gambaran penggunaan AI yang lebih luas dalam memberikan solusi kepada pengguna pengadilan. (REP,SH)