BISKOM, Jakarta – Tak hanya peningkatan kapasitas, persoalan pemenuhan kesejahteraan hakim sebagai pejabat negara juga menjadi perhatian Komisi Yudisial (KY).
Ketua KY Amzulian Rifai, dalam seminar internasional “Integritas dan Kesejahteraan Hakim: Tren dan Komparasi dari Berbagai Negara, Kamis (25/4/2024) di Jakarta, mengatakan, aspek kesejahteraan hakim tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan material semata, tetapi juga mencakup kesehatan, keamanan, keberlanjutan, dan kemakmuran yang kohesif.
Selain itu, lanjut Amzulian, perlu adanya pelaksanaan rekrutmen dan pendidikan serta pelatihan yang tepat.
Menurut Amzulian, negara mengakui dan menjamin independensi hakim. Jaminan dan pengakuan di sini, tidak hanya dalam UUD 1945 maupun berbagai peraturan perundang-undangan, melainkan juga melalui wujud nyata.
Mengakui hakim sebagai pejabat negara mestinya berimplikasi pada hak, sistem jabatan hakim sebagai pejabat negara, gaji, dan fasilitas-fasilitas lain sebagai pejabat negara. Ia menekankan bahwa semua aspek ini harus diperhatikan secara serius dan merata untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi hakim, sehingga hakim dapat menjalankan tugasnya dengan adil dan tanpa rasa takut atau kekhawatiran.
“Rasa aman untuk seorang hakim itu penting, termasuk pentingnya dukungan negara dalam meningkatkan kesejahteraan hakim, termasuk jaminan kesehatan yang merata, keamanan dalam menghadapi berbagai risiko terkait tugas, serta jaminan pensiun yang memadai,” tutur Amzulian.
Ditambahkan Amzulian, saat ini KY juga sedang memperkuat tugas advokasi hakim.
Jika hakim mengalami pelecehan, baik adanya laporan atau tanpa laporan, tim advokasi akan menangani dugaan perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
“Tindakan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada hakim agar merasa aman dalam menghadapi tantangan yang dihadapi,” lanjut Amzulian.
Semua itu, menurutnya, adalah faktor penting yang akan berkontribusi pada peningkatan integritas dan martabat peradilan.
Amzulian berharap, melalui seminar ini dan upaya-upaya berkelanjutan lainnya, akan terjadi peningkatan signifikan dalam kesejahteraan hakim yang pada akhirnya akan berdampak positif pada kualitas peradilan di Indonesia.
“Hakim adalah personifikasi negara dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman yang kewenangannya diperoleh secara atributif dari konstitusi, sehingga negara wajib menciptakan kewibawaan jabatan hakim sebagai instrumen pokok dalam mewujudkan independensi kekuasaan kehakiman.
Perbaikan kesejahteraan hakim dibutuhkan dan cukup rasional untuk dilaksanakan,” tutup Amzulian. (REP, S.H.)