Umumnya pakar-pakar teknologi di Indonesia bahkan dunia didominasi laki-laki. Namun perempuan-perempuan yang tergabung dalam IWITA memiliki pandangan yang berbeda: Peluang perempuan untuk berkiprah dan maju masih terbuka lebar, mengingat banyak perempuan yang sudah mengenyam pendidikan tinggi.
BERAWAL dari sebuah komunitas perempuan yang kerap sharing tentang teknologi dan membicarakan tentang smartphone, akhirnya memunculkan aspirasi untuk membangun sebuah organisasi perempuan yang memperhatikan manfaat dan peran teknologi informasi terhadap perempuan di era digital ini.
Hasil kumpul-kumpul ini, di tahun 2009 melahirkan oraganisasi bernama Indonesian Women IT Awareness (IWITA), organisasi yang berusaha menciptakan terwujudnya perempuan Indonesia yang tanggap Teknologi Informasi (TI) melalui empat kegiatan, yaitu awareness, learning, implementation dan socialization.
Dikatakan Ketua Umum IWITA, Martha Simanjuntak, empat kegiatan ini nantinya akan membentuk sebuah lingkaran. Dimana awareness, memberikan kesadaran terlebih dahulu tentang manfaat TIK, setelah sadar baru ada keinginan untuk belajar (learning). Bila sudah belajar, maka akan menggunakan atau mengimplementasikan apa yang sudah didapat dari learning. Kemudian diharapkan, mereka akan mensosialisasikan kembali kepada masyarakat tentang manfaat dari teknologi tersebut.
“Kami membentuk IWITA ini karena ternyata di semua level dan fungsi perempuan memang membutuhkan teknologi. Perempuan pun harus bisa memanfaatkan teknologi tersebut dengan baik dan benar,” ujar wanita lulusan STEI Perbanas, jurusan Keuangan ini.
Dicontohkannya, sekolah sekarang ini banyak memberikan materi pelajaran lewat internet. Bila seorang ibu tidak tahu apa-apa tentang internet, maka bisa dibayangkan bagaimana cara memberikan pemahaman kepada anak agar membuka situs yang perlu saja dan mengawasi anak dalam penggunaaan internet secara bijak. “Jadi pengenalan TI itu penting buat perempuan, meskipun mereka tidak berkarir di kantor dan menjadi ibu rumah tangga saja,” tambah penghobi desainer pakaian tersebut.
Untuk mengetahui tentang IWITA lebih lanjut lagi, berikut petikan wawancara BISKOM di dengan Martha Simanjuntak yang juga sedang mengembangkan edukasi teknologi pariwisata (Edutekta), di Jakarta.
Apa saja kegiatan dari IWITA dan materi apa saja yang diberikan?
Kegiatan yang kami lakukan berupa pendidikan, pelatihan, seminar, lokakarya, sosialisasi, promosi dan lain sebagainya yang berhubungan dengan bidang perempuan dan TI. Materi yang kami angkat itu biasanya Open Office, sosial media, blog, website, serta bagaimana mempromosikan media itu sendiri juga kami berikan pelatihan.
Pelatihannya sendiri bisa dilakukan di kantor IWITA yang tersedia ruang latihan untuk kapasitas 10-15 orang. Selain itu juga, kami datang ke tempat-tempat tertentu seperti panti asuhan maupun sekolah dengan menggunakan mobile training hasil kerjasama dengan APEC Digital Opportunity Centers (ADOC) bantuan dari Taiwan, dimana Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) sebagai induk kami bekerjasama dengan UPN Veteran Jakarta, menyediakan 20 notebook yang berkeliling secara mobile.
Apa yang diinginkan IWITA terhadap perempuan Indonesia dalam memanfaatkan TI?
Sebenarnya teknologi itukan hanyalah tools atau alat. Sebagai tools, kami ingin perempuan Indonesia memanfaatkannya dengan maksimal, baik dan benar. Dengan teknologi, kami berharap bisa membuka wawasan perempuan dan bisa mengenal potensi dirinya sehingga berani tampil.
Saat dia tampil bisa menjadi sesuatu yang positif, maka perempuan dapat berperan dan berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia dan membentuk generasi bangsa yang berakhlak mulia dan berprestasi.
Sejauh ini yang bagaimana Anda lihat pemanfaatan TI oleh perempuan Indonesia?
Kalau saya lihat saat berkeliling daerah pemanfaatan TIK sudah luar biasa. Mereka rata-rata sudah punya ponsel yang modelnya sudah canggih seperti Blackberry ataupun smartphone Android. Jadi kalau saya lihat perempuan di daerah itu sudah aware tentang pemanfaatan teknologi tersebut, tinggal kita mengarahkan saja tentang fungsi dan memanfaatkan fitur-fiturnya.
Adakah kendala dalam mengkampanyekan kegiatan IWITA kepada perempuan Indonesia?
Kendala sebetulnya berada pada diri individual itu sendiri berkeinginan untuk maju atau tidak. Saya melihatnya ada perbedaan antara kota dan daerah, kalau kami membuat event sulit sekali untuk mengajak perempuan kota untuk hadir. Padahal sudah mengemas acara semenarik mungkin dengan menghadirkan pembicara-pembicara ternama, tetap saja kurang direspon baik.
Berbeda dengan di daerah, antusiasnya sangat besar sekali untuk mengikuti acara yang kita buat apalagi bila menghadirkan tokoh ternama yang cukup dikenal. Jadi kembali kemanusianya itu sendiri. Tapi memang awareness itu diperlukan, makanya kita sempat membuat suatu program bekerjasama dengan MetroTV membuat program ICT for Women untuk memberikan awareness. Namun karena suportnya kurang akhirnya dihentikan, mungkin hal itu masih dianggap belum menarik.
Bagaimana cara untuk bisa bergabung dengan IWITA?
Sangat mudah, siapa saja bisa bergabung dengan kami karena IWITA itu memang terbuka untuk umum dan kami belum membuat peraturan yang terlalu mengikat sehingga siapapun bisa berpartisipasi ataupun mendukung kegiatan kami. IWITA sendirikan belum lama terbentuk, jadi selama 5 tahun periode ini masih dalam proses pembelajaran. Tetapi ke depannya kami akan lebih serius dengan program yang lebih serius juga.
Lalu, apa rencana IWITA kedepannya nanti, dan program apa yang akan dibuat?
Kami berkeinginan membuat sesuatu seperti woman center sehingga wanita bisa mengaktualisasikan dirinya. Memang butuh proses panjang, karena kita butuh tempat dan anggaran yang yang cukup besar.
Selain itu, kami juga ingin bikin sertifikasi dan hal itu dimulai secara serius dengan menggandeng orang-orang bersertifikasi pula. Oleh sebab itu, kita bekerja sama dengan universitas dan FTII yang merupakan payung dari organisasi IT di Indonesia, karena nantinya kami butuh legitimasi dari FTII. •ANDRI