Ekonomi kreatif yang berbasis pada industri kreatif, di berbagai negara di dunia saat ini telah diyakini dapat memberikan kontribusi perekonomian negara secara signifikan.  Di Indonesia, industri kreatif masih terus dibangun, dan memerlukan perhatian ekstra dari pemerintah.

MENGAKU karir yang didapatkannya tidak pernah direncanakan, ternyata mantan aktivis kampus di tahun 60-an ini justru memiliki sederet posisi strategis di dalam perjalanan karirnya, baik di pemerintahan maupun dunia usaha. Diantaranya, setelah selesai kuliah di Universitas Indonesia, Jurusan Ekonomi, tahun 1967 ia menjadi anggota parlemen dan termasuk anggota yang termuda.

Merasa gaji yang didapatkan kurang mencukupi pada saat itu, akhirnya setelah berkecimpung di dunia politik, ia mencoba masuk ke dunia usaha. Dimana tahun 1980 berhasil merintis usahanya bernama Gemala yang awalnya hanya agen, akhirnya menjadi pabrik. Selanjutnya, mulai banyak mendirikan dan membawahi beberapa perusahaan besar. Sebut saja, PT. Smartfren Telecom Tbk, Santini Group dan Pakarti Yoga Group.

Siapa lagi ia, kalau bukan Sofyan Wanandi. Setelah lama berada dibelakang layar, sejak 10 tahun lalu pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, 3 Maret 1941 ini mulai memimpin organisasi lagi yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Sejak kepemimpinannya, peranan asosiasi ini dalam dunia usaha semakin terlihat. Hal ini dimulai saat organisasi masuk ke dalam Lembaga Kerja Sama Tripartit yang diakui oleh pemerintah dan adanya keputusan presiden. Sehingga APINDO dirasa benar-benar berguna untuk dunia usaha dan juga mempunyai partnership dengan buruh lebih baik lagi, serta mendorong investasi masuk ke Indonesia.

Belakangan, Sofyan kembali menjadi soroton media massa dan masyarakat berkaitan dengan penolakannya terhadap ketetapan pemerintah berkaitan dengan penetapan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp.2,2 juta oleh Gubernur DKI Jakarta. Menurutnya, hal ini dianggap dapat mengancam kelanjutan perusahaan  kelas usaha kecil menengah (UKM).

Sofyan secara gamblang menyuarakan keberatan pengusaha akan putusan yang diambil pemerintah dalam masalah upah buruh dan menganggap perlunya revisi UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan untuk merangsang investasi di tanah air. “UMP selama ini tidak pernah naik sebesar sekarang ini yang mencapai 40% kenaikannya, makanya kami keberatan,” ujar bapak dari tiga anak ini. “Apalagi pemerintah sudah tidak mengikuti rules of the game lagi, dimana seharusnya kenaikan UMP itu diputuskan di dalam Dewan Pengupahan yang masuk kedalam Tripartit, termasuk buruh, pemerintah dan APINDO,” lanjutnya.

Merasa pengusaha disudutkan dengan ketetapan UMP, kini Sofyan berusaha melakukan pendekatan-pendekatan ke pemerintah dan buruh untuk mencari jalan keluar mengatasi permasalahan ini.

Berikut petikan wawancara BISKOM dengan Sofyan Wanandi yang hingga kini juga aktif sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan Direksi Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS).

Kendala apa yang dihadapi pengusaha dengan adanya kenaikan UMP?
Pemerintah memberlakukan UMP itu untuk semua perusahaan tanpa membedakan bentuk usahanya. Kalau dari pengusaha besar itu tentu mampu membayar upah yang ditetapkan oleh pemerintah, namun yang menjadi permasalahan itu pengusaha kecil menengah sekelas UKM yang tidak mampu bayar, apalagi yang padat karya.

Bila undang-undang ini tidak membedakan antara yang besar dan kecil, maka akan mematikan UKM yang bisa mengakibatkan tutup pabrik. Bila ini terjadi akan berdampak terjadi pengangguran yang cukup besar karena berdasarkan data kami sekitar 90% perusahaan di Indonesia masih berupa UKM. Kami tidak menginginkan itu terjadi, karena permasalahannya juga kita tidak bisa lagi bersaing dengan barang-barang import. Jangan sampai salah kaprah ini berkelanjutan dengan mematikan yang kecil-kecil ini.

Bagaimana dengan peluang industri kreatif yang disebut-sebut bisa menjadi salah satu industri unggulan. Apakah dibidang teknologi informasi (TI) bisa maju dengan kondisi ini?
Itukan baru katanya unggulan, dan belum bisa dibuktikan kebenarannya. Industri kreatif ini merupakan usaha-usaha dimana rakyat dengan kreatifitasnya bisa hidup dan memberikan pekerjaan pada masyarakat kita. Seperti animator, pembuat aplikasi maupun software memang akan berkembang, tetapi tidak bisa cepat menampung begitu banyak orang untuk bekerja. Jadi jangan terus dianggap sebagai tulang punggung perekonomian. Peranannya masih sedikit sekali dalam perekonomian sejauh ini.

Lantas yang harus dilakukan agar industri kreatif ini bisa maju?
Kreatif bisa maju bila dibantu promosi, modal dan marketing yang baik, karena industry ini punya orang-orang kecil yang berinovasi dalam menciptakan suatu karya dengan keterbatasan modal dan manajemen. Biasanya yang besar itu jarang mau masuk kreatif karena ada permainan lain yang dianggapnya lebih menguntungkan seperti, properti, membuat mall, hotel ataupun masuk ke batubara dan kelapa sawit.

  Apakah ada dukungan yang diberikan APINDO untuk industri kreatif?
Seharusnya pemerintah yang membangun proyek itu agar bisa menjadi besar karena berkaitan dengan budget. Kalau dari kami tidak bisa membantu banyak, kecuali men-create mereka dalam pemberian training agar produknya bisa diterima pasar atau mereka jadi mengerti managemennya. Bila butuh modal, kami coba jembatani dengan pihak bank dan coba membantu mencari publisher untuk pemasarannya. Itu yang bisa kami lakukan, sehingga kreator bisa berkembang dan lebih berkreasi lagi. Jadi memang masih perlu dukungan dari banyak pihak, terutama dari pemerintah.

Kenapa tidak dari pengusaha saja yang membantu permodalan?
Tidak bisa, pengusaha itu lebih konsentrasi pada kerja utama atau usahanya sendiri. Tidak ada pengusaha di Indonesia yang bisa berbuat sosial, mereka lebih fokus pada masalah untung dan rugi. Kalaupun ada itu masuk program Corporate Cocial Responsibility (CSR), kebanyakan digunakan untuk membantu masalah pendidikan, seperti beasiswa, bangun sekolah, maupun training center.

Dengan kata lain, apakah pengembangan industri kreatif ini sepenuhnya tanggung jawab pemerintah?
Begini ya, pemerintah bersama pemain-pemain kreatif harus duduk bersama-sama menentukan apa yang harus dikembangkan. Dari pengusaha tahunya ini bisa dijual atau tidak. Kalau hasil kreasi itu bisa dibuat tetapi tidak bisa dijual untuk apa? Mubazir kan?

Bila industrinya sudah memproduksi, tentunya promosi ataupun proteksi patennya harus dibantu segala macamnya. Jadi ada pembagian tugas, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Semuanya itu terlalu kecil untuk untuk dijalankan sendiri-sendiri karena investasi dalam kreatif ini mahal sekali apalagi di bidang TI. Contohnya, Samsung bisa mengalahkan Panasonic karena didukung oleh pemerintahannya mulai dari research dan development-nya. Seharusnya pemerintahan kita bisa melihat ini.

Apa yang Anda lihat dari kemajuan industri TI di Indonesia saat ini?
Industri TI berkembang maju sekali, tetapi konten importnya masih terlalu kental. Mulai dari internet maupun device yang digunakan. Inginnya, kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan membuat sendiri produksinya.

Tentunya dibutuhkan waktu, sementara ini memang 60% pendapatan eksport dari industri mining, terutama kelapa sawit, batubara, minyak dan gas. Tetapi suatu saat kekayaan alam kita itu akan habis, ini yang harus kita kejar ketinggalan dengan mempersiapkan industrialisasi itu dari hulu ke hilir. Mulai dari upstream industry sampai pabrik komponen-komponen harus ada di sini sehingga bisa kita buat sendiri produknya sehingga  jadi murah. Selama inikan kita hanya jadi negara perakit saja, tentunya kita tidak mau selamanya import terus.

Apa tanggapan Anda tentang kreator-kreator kita yang justru banyak bekerja di luar negeri?
Cukup banyak memang kreator kita yang bekerja di luar negeri, seperti dalam pembuatan film yang memerlukan animasi. Padahal ternyata banyak juga animasi yang dikerjakan oleh animator asal Indonesia. Kita dukung saja selama mereka dapat kesempatan untuk dapat mengembangkan diri dan belajar seperti apa industrinya disana. Toh, nanti mereka juga kembali ke Indonesia dengan membawa wawasan baru untuk mengembangkan industri di tanah air. Itu yang kita harapkan.

 Kembali ke topik awal, kedepannya apa yang akan APINDO lakukan agar kembali terjalin kesepahaman dengan buruh?
Saya melihatnya buruh butuh kita, dan kita juga butuh buruh. Seharusnya kita bersatu untuk menghadapi globalisasi dan serbuan barang import. Bukannya malah berkelahi, karena yang kita hadapi adalah negara asing.

Bila kita diperdaya dan dipecah seperti sekarang ini, maka mereka yang senang dan semakin banyak produk yang dimasukkan ke negara kita, sementara kita malah mati. Seharusnya buruh bisa melihat ini, jangan sampai mudah dipolitisi oleh pihak lain. Kami menginginkan buruh dan pengusaha bersatu, sementara itu pemerintah kalau mau ikut kita atau tidak itu hak pemerintah, karena mereka mempunyai kepentingan politik dan segala macamnya.

Apa yang diharapkan APINDO agar dunia usaha ini kembali kondusif?
Kami mengharapkan agar UU No.13 Tahun 2003 direvisi sehingga bisa menentukan kebijakan ketenagakerjaan. Jadi yang menentukan masa depan buruh itu perusahaan dengan buruh itu sendiri, bukan orang luar. Fair-nya dimana-mana seperti itu, yang besar bayar besar, dan yang kecil bayar kecil, begitupula yang skill dibayar besar, dan yang unskill dibayar lebih sedikit. Itu ditentukan antara perusahaan dengan buruh karena buruh itu kan melamar ke perusahaan dan dinegosiasikan gajinya.

Perlindungan apa yang diberikan APINDO kepada UKM terkait UMP?
Sekarang ini kami sedang mencoba untuk membantu usaha kecil menengah melalui penangguhan upah tersebut yang sejumlah Rp. 2,2 juta. Kenaikan diharapkan bisa diangka 15% jangan sampai 40%, itu sedang kami negosiasikan. Kalau bisa yang kecil-kecil itu disuruh saja bicara dengan buruhnya masing-masing seberapa besar kesanggupan untuk naik, atau tidak naik.

Menurut Anda apa penyebab kenaikan yang begitu besar ini?
Saya melihat unsur politiknya cukup besar dibandingkan unsur ekonominya. Karena selama 10 tahun saya menjabat di APINDO tidak pernah ada kenaikan upah hingga sebesar ini. Pemerintah saat ini mau populer karena sekarang inikan mau pemilu. Ada sekitar 200 pemilu tahun depan untuk memilih bupati dan gubernur. Pastinya mereka mau mengambil hati buruh agar dapat suara dari buruh, tapi justru yang dikorbankan adalah para pengusaha ini. Buruh demo malah dikasih angin yang akhirnya menaik-naikan sendiri hingga Dewan Pengupah pun tidak dianggap lagi.

Apakah negara kita siap mengahadapi globalisasi?
Kalau saya melihat, kita belum siap menghadapi globalisasi ini karena pemerintah belum menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Yang kami butuhkan itu kepastian hukum, keamanan dan infrastruktur, dimana kesemuanya itu belum diselesaikan dengan baik oleh pemerintah.

Sekarang apa yang kami bisa, kami kerjakan asal pemerintah terus mendukung. Sebenarnya kalau pemerintah mendukung, mungkin pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7-8% tidak hanya 6% seperti saat ini. •ANDRI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.